Senin, 14 Juli 2014

Tragedi Besar Hubungan Manusia

Dalam konsultasi, juga ada teka-teki, khusus dipilihkan satu kisah sebagai berikut:

Seorang ayah membawa putranya datang ke rumah saya untuk berkonsultasi.

Sang ayah ini berusia 50-an tahun, seorang ilmuwan kelas atas, putranya berusia 20 lebih, baru lulus kuliah.

Wajah sang ayah penuh kegelisahan.

Putranya justru berwajah licik, saya tidak bisa menggambarkan wajah licik tersebut, dikatakan sangat lihai juga bukan, dikatakan murah senyum juga bukan, dikatakan luntang-lantung juga bukan, pokoknya, gelagatnya acuh tak acuh.

Sang ayah berkata, "Bagaimana dengan nasib kami berdua?"

Begitu saya tekan kepala, muncul sinar roh, saya pun langsung tahu segalanya.

Saya menengadah langit dan mendesah, saya berkata:

Daftar angin dan daun berantakan.
Pasir tua dan hujan senja.
Surat kuno dan lembaran ikan putih.
Akar awan menyembuhkan ngengat.

Sang ayah berkata, "Tidak mengerti!"

Saya berkata, "Paling bagus tidak mengerti."

Sang ayah berkata, "Tolong Mahaguru Lu beritahu kami berdua, baguskah masa depan kami?"

Saya berkata, "Tunggu tanggal 9 bulan 9, saat dobel 9, saya baru beritahu Anda!"

Sang ayah berkata, "Mengapa? Mengapa tidak katakan sekarang saja, tanggal 9 bulan 9 masih sebulan lagi?"

Saya mendesah, "Tunggu sebulan lagi, maka tahu."

"Teka-teki?"

"Benar. Teka-teki."

*

Memang benar, tanggal 9 bulan 9, pada hari Festival Chongyang, berita pagi di televisi melaporkan, surat kabar juga memuat.

"Tragedi Besar Hubungan Manusia".

"Anak bunuh ayah, total 39 tusukan, satu tusukan maut mengenai pembuluh darah leher, menggenaskan."

Begitu saya baca, memang ayah dan anak tersebut, terjadi pada dini hari Festival Chongyang tanggal 9 bulan 9, walaupun saya mengerti, namun, tetap mendesah!

*

Saya memecahkan sebuah teka-teki, teka-teki ini terjadi pada tanggal 9 bulan 9, nasib ayah dan anak memang demikian.

Sebab akibatnya adalah:

Dalam satu kehidupan sebelumnya, keduanya adalah sahabat, sama-sama bekerja di sebuah perusahaan besar.

Namun, demi memperebutkan satu posisi lebih tinggi, keduanya bermusuhan, bersaing tanpa henti, persahabatan menjadi permusuhan, saling mencelakai satu sama lain, sampai tahap tidak bisa dipersatukan kembali.

Salah satu, sangat marah, berbuat kejam dan membakar rumah satunya dengan sekobaran api.

Kobaran api ini adalah api kekejaman, hanya karena melampiaskan kebencian, begitu percikan api ini dinyalakan, api berkobar-kobar, cahaya api melambung tinggi, seiring angin menunjukkan kedahsyatannya, suara bergemuruh, kaca pecah, asap tebal menyelimuti langit, seluruh angkasa berwarna merah.

Mobil pemadam kebakaran datang.

Namun, orang yang sedang terlelap dalam mimpi, dalam kondisi tidak sadarkan diri, dibakar hidup-hidup menjadi arang.

(Inilah karma ayah dan anak, yang meninggal itu, dalam kehidupan sekarang, menjadi putra dari orang yang membakar tersebut. Putra ini juga tidak tahu mengapa, benci sekali terhadap ayahnya, satu pertengkaran, dengan pisau menusuk mati ayahnya dengan 39 tusukan. Ini ibarat pepatah: kapan dendam akan berakhir jika dendam dibalas dendam)

Di sini saya mengimbau umat manusia:

Karma itu menakutkan.
Paling pantang emosi sesaat.
Orang menyuruh orang mati, juga tidak mudah.
Karma menyuruh orang mati, apa susahnya.

Saya melihat orang zaman sekarang, gara-gara satu ucapan yang tidak sesuai saja, lantas main pukul, saling bermusuhan, sering kali sekawanan orang saling bacok sekawanan orang lain. Ada lagi yang menagih utang, mengejar utang membunuh orang. Membunuh karena materi, membunuh karena asmara, banyak sekali, fenomena demikian, semua adalah fenomena karma tumimbal lahir, sadhaka sebaiknya hati-hati, sadhaka harus berhati-hati sekali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar