Selasa, 15 Juli 2014

Beban Pikiiran Pak Tua Itu (Bagian 3)

Hujan Angin Ribut Di sertai Petir Dan Guntur Besar.


Setelah aku lulus, aku bekerja di daerah utara. Aku tinggal di rumah pamanku sendiri, rumah paman berada di atas gunung, sedangkan lereng gunung adalah rumah sakit tempat aku bekerja. Mengapa aku bisa tinggal di rumah paman ? Pertama jaraknya dekat, kedua tdk perlu membayar uang sewa, ketiga bisnis perdagangan paman sangat besar, bisnis bagus, uang yang di dapatkan bisa membangun rumah yang besar, ruangan yang kosong banyak. Atas undangan kebesaran dari paman dan bibi, aku piindah ke sana.

Terus terang, aku sangat kagum dgn rumah paman, ada balkon yang sangat besar, bisa utk melihat kota besar di bawah gunung, juga bisa utk melihat pemandangan gunung yg berjarak dekat, ada rimba pepohonan, ada hutan bambu, ada seemak belukar kecil, sewaktu awan dan kabut menghalangi, indah sekali bagai mimpi dan ilusi.

Dari balkon aku memandang ke kebun bungaku yg ada di halaman, tertanam banyak bunga mawar, juga ada azalea yg berwarna putih, ramping dan anggun, masih banyak bunga yg tdk tahu namanya, satu gundukan demi satu gundukan, satu kelompok demi satu kelompok, taman bunga ini adalah taman bunga yg dirawat oleh org yg di gaji utk itu.

Seingatku pada suatu kali aku bertamu ke rumah paman, aku juga pernah berdiri di balkon ini, melihat nuansa keharmonisan seluruh gunung, udara kabut itu melambung, jaraknya sgt dekat sekali dgn permukaan tanah, juga melambung ke balkon, dihalau dgn tangan maka segera menjadi buyar, ini benar benar unik.

Paman kerap berwisata keluar negeri utk menjalankan bisnis, ia adalah org yg sgt sibuk. Bibi yg lbh tua 10 thn dariku kerap berkata kpdku, “Chen Ping, pindahlah kemari.”

Aku brkata, “Ya”

“Jgn hanya berkata ya, bilang pindah hrs segera pindah, hrs benar benar dijalankan !”

Aku tdk dpt menolaknya, bkn krn aku tdk sudi, melainkan krn kepribadianku tdk ingin berhutang budi pada sanak saudara atau kerabat dkt, jika aku tinggal seorg diri, aku bebas, lbh mudah mengontrol diri sendiri, namun aku benar benar suka dgn lingkungan rumah paman dan bibi, aku memilih pindah dan tinggal disana, aku tinggal disana genap 2 thn lamanya.

Hari itu, ketika aku baru pindah kesana, kebetulan paman keluar negeri. Dgn tangan sambil memeluk selimut, bibi berjalan di depanku naik ke atas loteng, ia menolehkan kepala memberitahuku, “Seluruh ruangan di loteng sedang kosong, semuanya adalah milikmu, ingat kau masih hrs menutup jendela, udara dini hari di gunung lumayan dingin !”

Aku mengangguk angguk kan kepala.

Sewaktu bibi naik ke loteng, kakinya sedang menginjak sandal kapas yg tebal yg digunakan dalam ruangan, kaki kecilnya mulus. Aku memandang ke atas lagi, bibi mengenakan setelan putih dan rok bercorak. Ia berada di atas dan aku berada di bawah. Ia-pun tdk menolehkan kepala. Roknya bergoyang goyang, mataku menjadi rabun.

Didalam otakku timbul fantasi, seakan akan tdk sanggup menerima kecantikan yg luar biasa ini. Diantara kakak beradik, bibi berada di barisan adik paling bungsu, ia sgt cantik, sewaktu ia masih seorg nona, org yg mengincarnya sgt byk, di sisi kiri seorg tmn pria, di sisi kanan seorg tmn pria, sewaktu di sekolah, ia-pun seorg primadona. Sewaktu ia msh kecil ia pernah menggendongku, konon pernah juga memandikan aku, aku tdk bisa mengingatnya lagi.

Bibi yg skrg bila diperhatikan dgn teliti, ia msh sgt cantik, cantik siluet dan sgt elok, model rambutnya menerpa alami dan terurai dipundaknya, garis bentuk tubuhnya sgt elok, lekukan payudara diatas pinggang membuat org terpesona.

Aku melihat dr bawah dan belakang, yg terbuka oleh rok itu hanya berkelebat sebentar, segera tdk tertangkap lagi, walau hanya sdkt saja, seperti segumpal kesadaran yg tdk jelas, semacam yg sulit tercuri, hanya terombang ambing di depan mata, namun sgt melekat dlm benak.

Pada suatu malam, aku tdk bisa tidur. Aku turun dari loteng, diam diam aku membuka pintu belakang, menyusup ke halaman utk jalan jalan, di halaman ada sebuah pavilion yg bisa utk memandang belakang gunung yg rimbun, sewaktu aku menghampiri paviliun, aku melihat sebuah bayangan tubuh, gerak geriknya sgt menyolok, juga ada sebuah penampilan yg samar samar, aku menghampiri sdkt, ia menyadari itu adalah aku.

Aku melontarkan pertanyaan konyol, “Hanya kau seorg ?”

Ia tertawa tawa, sama sekali tdk perlu mnjawab. Ia menghempaskan rambutnya, rambutnya hitam mengkilap dan berkilauan di bawah cahaya rembulan. Aku memulai pembicaraan, “Rambutmu sungguh indah! ”

Lagi-lagi ia tdk menjawab, hanya matanya saja yg bergerak sejenak, kelihatan sgt menyentuh.

Aku bertanya lagi, “Bolehkah menemanimu duduk ?”

Ia mengisyaratkan aku utk duduk, aku mencium wangi rambutnya, itu adalah keharuman terpendam yg sgt membahagiakan.

“Mengapa sdh begini larut masih duduk sendirian di taman ? “ tanyaku.

“Tak ada apa-apa.” Ia hanya berkata, “Hanya udara di dalam tdk bagus.”

“Udara diluar lbh bagus,” aku berbicara sendiri.

Ia mendadak memberitahuku bahwa ia kerap sendirian, tenagh malam duduk sendirian di dalam pavilion.

“Apakah kau punya beban pikiran ?”

“Maksudnya ?”

“ini sangat jelas, setiap malam kerap seorg diri tdk bisa tidur lalu pergi ke paviliun halaman duduk sendirian pasti punya beban pikiran.”

“Kau masih seorg diri, kan ?” ia balik bertanya padaku.

“Aku hanya sesekali.” Kataku

Aku melanjutkan, “Punya beban pikiran harus di ceritakan, jangan di pendam dalam hati, bila di pendam dalam hati bisa jadi sakit, kau boleh menceritakan semua beban pikiranmu kepadaku. Bila semuanya di ceritakan kepadaku maka beban pikiran mu akan hilang, kau akan lega.”

Ia menghela nafas, tertawa, “Anak kecil ini sedang melucu.”

“Serius,” kataku.

Lalu ia bercerita :

Ini juga bukan berita baru, dari penampilan kelihatannya bibi sangat bahagia, menikah dengan seorang suami konglomerat, namun setelah sekian lama, rangsangan yg romantis tsb telah lenyap, ibaratnya spt menguyah permen karet, kalau sdh lama dikunyah, maka satu satunya adalah di muntahkan saja. Aku cuma tinggal di dalam rumah mewah, sedangkan pamanmu, tentu saja punya pergaulan yg tdk terbatas, punya byk kenalan yg cantik cantik, paman mu sampai sekarang ini sangat gila gilaan, asalkan ada pasti akan di cintai, putus satu sambung lagi yg lain, sangat biadab, aku tdk perlu membuntutinya, juga tdk berani lagi membuntutinya, ia bagai perahu yg tdk terikat, menyeruduk ke mana mana.

Wanita manca negara, putus satu sambung lagi yg lain, aku tahu semuanya, bahkan ada yg di belikan rumah dan mobil, sikapnya memang demikian, siapapun tdk bisa mengaturnya. Aku pernah bermain kasar, ia lbh kasar drpd aku, bilang cerai ya cerai, namun, asalkan aku tdk membicarakannya, beginilah, aku menjadi ibu rumah tangga yg mengikuti suami.

Bibimu ini spt org dungu yg menantikan sebuah kencan yg tdk dijanjikan dgn seorg suami yg dtg tanpa bayangan dan pergi tanpa jejak, setiap hari siang bagai mimpi, malam juga bagai mimpi, hidup sangat membosankan, mati juga sayang, sama sekali tdk ada kembang api, tdk ada rangsangan, bahkan mimpi pun tdk ada, hidup bagai minum air putih.

Begitu aku mendengarnya, aku sangat kaget dan tdk berani mengabaikannya.

Dgn tergagap aku berkata, “ Kau bisa mencari kerja, mencari kesenangan mu sendiri, belum tentu harus melewati hari dgn biasa biasa saja, alihkan kerisauan semacam ini !”

“Hari sangat panjang, bagaimana melewatinya ?”

“Ini…” hatiku benar benar pedih, ia punya kecantikan yg tak terpendam sedikitpun, apakah harus membiarkan kecantikan ini layu ? Aku punya penyesalan yg tak bisa di jelaskan, penyesalan ini berasal dari kealamiahan, apakah ini adalah birahiku sendiri ?

Aku membisu.

Stlh bibiku selesai bercerita, ia semakin membisu.

Dibawah sinar rembulan, wajah oval bibi sgt mulus, dari samping tampak untaian telinga yg sangat lembut, sangat padat, bibir atasnya di kencangkan, mengandung karakter yg keras, seakan akan masih ada sepatah kalimat terakhir yg tak terlontarkan, apa sepatah kalimat terakhir tsb, aku tdk berani membayangkan, aku perhatikan lehernya, kulit otot nya mulus dan kencang, sangat kenyal, membuat org berkhayal untuk menempelkan bibir diatas lehernya, mencium dgn lembut, bergerak licin.

Namun, kelopak atas matanya terkatup, sinar mata dingin, seakan akan menembus keluar selapis suasana dingin, semacam penghinaan rasa hidup, agar org tdk bisa menebak apa sebenarnya yg dipikirkan nya.

Walau pengalaman ku dalam mengamati hidup ini tdk mencukupi, namun aku mengerti perihal “menyukai yg baru dan membenci yg lama” , ini adalah penyakit biasa umat manusia ! Wanita secantik apapun , setelah lama dipandang, setelah lama hidup bersama, pasti akan jenuh, ini juga adalah alasan para selebritis bisa bercerai, sebenarnya ini tdk sulit diketahui, juga mudah sekali di pahami, dalam hal ini juga sangat mengganggu dan menjenuhkan, tdk bisa dijelaskan, di bilang cinta, lebih baik di bilang birahi, juga tdk bisa di bilang adil atau tdk adil.

Jadi, aku pun tdk punya kata kata penghiburan utk disampaikan kepada bibi ku.

“Malam ini sungguh indah !” aku hanya berkata demikian.

“Sangat misterius.”

“Sukakah kau?”

“Suka. Karena menyelam di dalam warna malam di paviliun ini barulah membuat ku merasa hidup bagaikan mimpi, bagaikan air, ini adalah waktu yg paling nyaman bagiku.”

“Malam sdh larut, marilah kita pulang !” kataku.

“Aku antar kau,” kata bibi ku.

“Besok aku masih harus bekerja, aku sebaiknya istirahat.”

Ia berdiri, bayangan tubuh yg tinggi dan terawat membuat org terpesona, dgn tata krama generasi lbh muda, aku memapah lengannya, ia tdk menolak, angin berhembus, serat rambutnya menerpa wajahku, keharuman yg terpendam membuat hatiku menjeritkan semacam ketegangan yg aneh.

Itu adalah sebuah malam hujan angin ribut disertai petir dan guntur besar.

Genteng diatas atap terpukul oleh hujan sebesar kacang sampai berbunyi “pi pi pa pa” , hujan turun deras, mendadak besar mendadak kecil.

Sekelebat demi sekelebat petir menghantam, meski kita memejamkan mata, kita tetap bisa merasakan sinar yg menyilaukan, bisa di bayangkan petir di atas awan mendung sama spt ular yg berkelebat, dari seekor menjadi dua ekor, lalu berubah menjadi banyak, semuanya saling terhubung, retak jadi rangkaian. Petir seperti berada di atas atap, seperti akan membelah atap menjadi dua bagian, atau menghancurkan rumah, kilat menyambar nyambar di segala penjuru.

Bunyi petir tsb lbh mengerikan, saling menyambung tanpa henti, bunyi nya bukan “Hrong”, “Hrong”, “Hrong” saja, melainkan “rong…rong….rong…” saling menyambung seperti petasan, bukan cuma begitu, juga seperti batu raksasa dr angkasa menghantam rumah, rumah pun miring, retak.

Pohon seakan akan tersambar dan terbakar.

Hujan yg menderu, bunyi guntur yg bergelegar, kilat ada di mana mana, seluruh rumah berguncang, aku sendiri merasa manusia terlalu kecil, rumah besar jadi hitam mencekam, kiamat dunia seakan akan telah tiba.

Petir terproyeksi ke dalam jendela, di dalam ruangan terasa angker.

Terdengar bunyi guntur “Pha”, mulai meluap, hatiku justru berdebar debar sejenak, terbalik sejenak. Petir dan guntur seakan akan berada diatas kepala, di tengah malam hujan angin ribut di sertai petir dan guntur besar, nyata dan ringkas.

Pada saat tsb, aku seolah olah mendengar suara bibi memanggilku.

“Chen Ping ! Chen Ping !”

Ditengah kegelapan, suaranya adalah suara yg tersebar sedang mengalir di dalam rumah.

Aku bangkit, meraba raba turun loteng, tiba di kamar bibi, aku mendobrak pintu, aku melihat bibi memakai baju tidur, di wajahnya terdapat ketakutan yg tdk tenang. Sebentar saja bibi menghempaskan dirinya ke dalam pelukanku.

Aku sendiri merasa diriku kembali ke masa kanak kanak di peluk oleh ibuku, kenyamanan khusus spt itu juga sgt aman.

Dia dan aku saling menempelkan wajah, serat rambut bibi menerpa wajahku, tangannya memeluk erat leherku, juga dgn hasrat merangkul tanpa melepaskan, serat rambutnya membuat org ingin bersin, seolah olah dgn demikian justru tlh aman. Aku merasakan wajahnya pun sangat panas, tubuhnya mulus, gemetaran. Dua sosok tubuh, yang satu baik dan jujur, yg satu sedang gemetaran membuka perlahan lahan.

Aku merasa seluruh tubuh adalah api, mulut sangat kasar. Aku berusaha keras menghisap di rambutnya, matanya, hidungnya, untaian telinganya, telinganya yg berwarna merah muda, juga mulutnya, lidah dan lidah terlibat bersama.

Ia ibaratnya seperti kelopak bunga yang berangsur angsur mekar, sekujur tubuhnya menjadi kendur, jadi santai, bahkan putik bunga pun sedang gemetaran. Satu lapis layar dan kanopi terbuka, keduanya berada di dalam layar dan kanopi, asalkan layar dan kanopi terbuka, maka segalanya jadi begitu alami, begitulah sifat manusia, saling melebur jadi satu, begitu layar dan kanopi ini terbuka, maka terlihat lah birahi yg sedang berdenyut, birahi adalah api.

Ia adalah sepenggal zaman primitif sebelum dunia terbentuk. Langit, bumi, guntur, angin, rawa, air api, gunung, semuanya masih blm terbentuk. Wujimenjelma menjadi taijitaiji terbagi menjadi dua kaidah, yaitu yin dan yangyindan yang melahirkan segala sesuatu. Yin dan yang ini berpadu maka jadilah kebenaran utama dari terbentuknya segala sesuatu di bumi ini.

Pada saat dan detik ini justru adalah perpaduan dari yin dan yang, dua bayangan manusia menjelma menjadi satu, melebur didalam kekacauan, hanya terdengar suara sedang mengalir, segalanya berada d tengah kegelapan, tidak bisa membedakan atas dan bawah, kiri dan kanan, terus gemetaran dari awal sampai akhir.

Sungguh telah naik ke surga, sungguh telah masuk ke bumi, langit dan bumi sedang berputar.

Ternyata ia (bibi) adalah gunung berapi yg aktif, disaat ini menyemburkan lahar, ledakan besar dan kecil terjadi sebanyak 6 - 7 kali, bagaimana kondisi gunung berapi aktf yg meledak, yakni langit dan bumi berguncang, murka, berusaha keras mendesak dan menekan, menyemburkan semua api dalam, lahar yang meluap di bumi membakar dan membinasakan segalanya.

Ternyata kebenaran dari perpaduan yin dan yang sungguh indah,merupakan penyatuan, naik ke batas surga, merupakan alam maha sukha surgawi, dalam seketika, segalanya hampir berhenti, sudah tewas, sudah tewas dalam kebahagiaan.

Memang di katakan sdh tewas dalam kebahagiaan, sebenarnya masih hidup, hanya saja masuk ke dalam kondisi kenikmatan klimaks, ia (Chen Ping) membiarkannya (bibi) berguling guling di seluruh ranjang. Sekali demi sekali,dari merah tua sampai kuning oranye, sampai coklat abu abu, sampai putih bersih, terakhir jadi roboh, terjerumus ke dalam kepusingan, terus berubah menjadi hening, hening sampai mengejutkan.

Ia (bibi) semula adalah seekor ikan yg tdk bertulang, yg licin, terus menggelepar, namun sekarang sdh tdk bisa bergerak lagi.

Ia (Chen Ping) menceritakan kepadanya sebuah kisah ;

Dulu ada seorg gadis India yg cantik, ia tinggal di tengah pedalaman gunung, tdk pernah mengecap pendidikan, ia merasa tubuhnya seakan akan terjangkit penyakit, maka ia mencari dukun di gunung utk menyembuhkan penyakitnya, dukun ini memberitahu gadis tsb bahwa penyakitnya di sebabkan oleh iblis yang ada di dalam tubuhnya.

Si gadis bertanya kepada si dukun di bagian tubuh mana iblis itu berada. Si dukun menunjuk dgn jelas bahwa iblis itu tinggal di tempat kelahiran si gadis. Begitu si gadis mendengarnya ia sangat takut, lalu meminta si dukun utk menangkap iblis itu, si dukun tentu saja sangat bersedia menangkap iblis.

Dukun mulai menangkap iblisdemi si gadis, sekali di tangkap, ternyata menghasilkan kenikmatan, begitu kenikmatan muncul, maka iblis itu pergi.

Namun, tak lama kemudian, si gadis berteriak keras, "Iblis datang lagi !"

Dukun menangkap lagi.

Sebentar saja iblis pergi lagi.

Namun, hanya sebentar saja, gadis berteriak lagi, "Iblis datang lagi !"

Dukun menangkap lagi.

Datang dan pergi berlangsung sebanyak 6 - 7 kali, dukun terus menangkap, gadis merasa senang, sekujur tubuh dukun jadi roboh, ia menjerit keras bahwa ia tdk tahan lagi. Namun gadis masih terus memohon.

Sejak itu, gadis ini sangat berminat dgn dukun yg menangkap iblis, setiap hari ia meminta dukun utk menangkap iblis.

Awalnya si dukun kelelahan setengah mati.

Terakhir si dukun melarikan diri tanpa meninggalkan satu jejak pun.

Ia (bibi) berkata, "Menurutmu apakah gadis itu adalah aku ?"

"Aku bukan dukun"

"Apakah kelak kau akan melarikan diri ?"

"Takkan sampai !" aku sendiri berpendapat bahwa aku punya bakat alam.

Ia berkata, "Semenjak kusadari, aku belum pernah begini bahagia, sungguh, itu adalah perasaan yang ingin di kejar setiap wanita, ingin menyatu, masuk kedalam kebahagiaan yg tdk terhingga dan tdk terbatas."

Ia berkata, "Apakah aku barusan sdh gila, berteriak histeris, kemudian tertawa, mengerang, sungguh sangat serakah, memang ada iblis di dalamnya."

"Apakah kau mencintaiku ?" tanyanya.

"Ini..."

"Apakah kau membenciku ?" tanyanya.

"Ini..."

Ia berkata , "Aku adalah milikmu."

Bagi Chen Ping, ia memang memiliki semacam perasaan kagum, ada semacam penantian, juga ada semacam kepuasan kepada bibinya sendiri, aku sendiri juga bingung, benar benar kedua pihak telah ada, ini lebih menakutkan lagi, sebabnya masih ada etika yang sdh ada sejak dulu, etika adalah ikatan yg tdk berwujud mengikat mati diri sendiri.

Sebenarnya Chen Ping memiliki birahi, aku rela, segalanya alami, siapapun tdk memaksa siapa, walaupun tdk di anggap yg bahagia, yg indah, walaupun tdk cukup sempurna, juga dianggap menikmati kebahagiaan sementara !

Chen Ping membebasan dirinya sendiri dgn pernyataan :
Sesungguhnya Tuhan juga menciptakan incest !
Tuhan menciptakan Adam dan Hawa, pria dan wanita yg paling primitif menikah. Melahirkan anak laki laki dan anak perempuan yg merupakan kakak beradik. Lalu kakak beradik menikah menjadi suami istri. Turun temurun dari satu genersi ke generasi berikutnya. Bukankah ini adalah keluarga besar incest?

***

Pada saat itu, Chen Ping bermmpi :

Chen Ping tiba di sebuah tempat yg gelap gulita. Tempat itu sangat dingin dan suram, terasa mencekam. Chen ping ingin keluar namun tdk bisa, di sekelilingnya adalah manusia yg berdesak desakan dalam satu kerumunan, aku bergabung ditengah kerumunan manusia, bahkan memutar badan pun sulit.

Orang orang tsb terus menerus berdebat, aku mendengar ada yg pria ada juga yg wanita.

"Kau dgn siapa ?"

"Dgn bibi ku yg bungsu."

"Bagaimana dgnmu ?"

"Dgn ayah mertuaku." kata seorg menantu.

"Ada lagi ?"

"Dgn adik iparku yg ketiga."

"Selain itu ?"

"Dgn kakak iparku yg sulung."

Chen Ping terus mendengarkan, juga ada hubungan antara kakak beradik, bahkan nenek dgn cucu, cucu perempuan dgn kakek, ayah dgn anak perempuan, anak laki laki dgn ibu, dan lain sebagainya.

"Bagaimana dgnmu ?" Ada yg bertanya kpdku.

"Aku dgn bibi." aku menjawab berdasarkan fakta.

Di dalam dunia yg padat itu, terasa semacam tindasan, namun di mana mana adalah manusia yg tubuhnya meliuk liuk, saling menyeruduk, semua org sedang menderita, berontak, sulit sekali bernafas.

Chen Ping merasakan dirinya seakan akan terkurung di dalam penjara bawah tanah, semua org yg berada di dalamnya adalah sekelompok manusia yg tdk karuan. Pada dasarnya memang hewan liar, hewan liar yg di buru dan di tangkap, seluruhnya di kurung bersama. Aku pikir org lain memang hewan liar, sebenarnya diri sendiri juga hewan liar.

Hewan hewan liar ini : primitif, serakah, kerasukan iblis, gelap, ketakutan, saling menggigit.

Chen Ping berpikir, mungkin disini adalah neraka,neraka yg tenggelam, aku takut tenggelam, tenggelam maka tdk ada lagi, segera di telan habis oleh kegelapan.

Aku dengar ada serdadu neraka yg sedang berpatroli berkata, "Bagaimana memperlakukan Chen Ping yg tinggi tampan itu ?"

"Buat saja dia tewas !"

"Bagaimana tewasnya ?"

"Berikan dia sebuah sel kanker."

"Tidak, buat dia di tabrak mobil."

"Stroke saja. Seluruh otak adalah darah."

Ada seorg serdadu neraka yg punya banyak siasat setan, sebenarnya ia emang setan, ia berkata, "Buat Chen Ping impotensi, ejakulasi dini lebih baik !"

"HA ! Ha ! Ha !" para serdadu neraka tertawa terbahak bahak.

Seorg hakim berbicara, "Chen Ping adalah pemuda yg tdk karuan, tinggal di rumah saudara, tergila gila pada kecantikan sang bibi, timbul niat tdk baik, coba tanyakan hati apakah ini ? Org zaman dulu Qu Bo-yu tdk mengizinkan tindakan rendah dgn sembunyi sembunyi, Sima Wen-gong tdk punya hal yg tdk boleh diceritakan kepada org lain seumur hidup nya. Di bawah hujan angin ribut di sertai petir dan guntur besar dan di bawah tiga cahaya, tempat yg di pandang oleh para dewa, melakukannya dgn takabur serta tdk tahu malu, berbuat tdk karuan spt itu, sdh tdk bisa berada dgn damai di dunia ini, sdh mengusik kemurkaan setan dan dewa, ada generasi demikian dalam pergaulan, tdk boleh dibiarkan hidup tdk karuan satu hari pun, bunuh Chen Ping lalu berikan kepada anjing liar utk di makan."

Tiba tiba,datang seorang pejabat akhirat berkata kepada hakim, "Untuk sementara jgn bunuh Chen Ping !"

"Mengapa ?"

"Chen Ping ini berpendidikan tinggi, kini adalah dokter yg menolong umat manusia, sekarang ini melanggar peraturan, memang membimbangkan. Melihat masa depannya, ia berjodoh utk bertemu dgn Buddha Hidup Lian Sheng, bila masa bertobat telah tiba maka dgn sendirinya ia dpt memperbaiki diri sendiri, utk sementara jgn biarkan dia mati dulu !"

"Hukuman mati boleh dielak, namun sukar meloloskan diri dari hukuman hidup." Hakim membentak.

Chen Ping mendengarkan dgn seksama!

Mimpi sampai disini dan ia pun terbangun.

Setelah Chen Ping terbangun, ia pun merenungkan sendiri, bibi mana tahu persoalan langit dan bumi, hanya karena api birahi sesaat sehingga telah membakar kau dan aku, sungguh adalah kesalahan dan ketidak tahuan, kasihan kedua org sedang sembunyi sembunyi, hidup tdk karuan dalam ruang yg gelap gulita, ini adalah penyesalan seumur hidup, aib birahi tak terbersihkan. Aib keluarga ini takkan terbersihkan seumur hidup, begitu aku berpikir demikian, aku sungguh ketakutan.

Chen Ping pernah membaca anekdot seorg Jin Shi (catatan: calon yg berhasil dalam ujian sipil) yg bernama Cao Xi-tao pada masa kepemimpinan kaisar Chong Zhen dari Dinasty Ming :

Jin Shi ini mengisahkan sendiri bahwa semasa ia masih seorang Zhu Sheng(catatan : calon yg berhasil menduduki tingkat terbawah dalam ujian sipil ), ia mempunyai hubungan gelap dgn istri tetangga, hubungan ini telah lumayan diketahui oleh suami si wanita , sang suami ingin membunuh Cao Xi-Tao. Ia membohongi istrinya dgn berkata bahwa besok ia akan berpergian jauh, beberapa hari kemudian baru kembali. Si wanita sangat gembira begitu mendengarnya, ia mengira benar, sehingga ia janjian dgn Cao Xi-Tao, mempersiapkan kencan rahasia 2 org insan, sangat bahagia sepanjang malam.

Tiba hari tsb, teman baik Cao mengadakan acara reuni, teman temannya mengajak Xi-Tao utk reuni, Cao tdk sudi, namun teman teman memaksanya pergi ke sebuah pertemuan perhimpunan sastra. Pemimpin pertemuan mengatakan kepada para hadirin bahwa acara pembuatan karya sastra pada hari ini harus secara besar besaran, seusai membuat karya sastra masih ada perjamuan malam, tidak boleh pulang sebelum mabuk, jika yg mundur lbh awal akan di hukum, serta menyuruh org org mengunci pintu rumah, Zhu Sheng tdk bisa keluar masuk rumah, Cao Xi-tao sangat sedih, terpaksa asal asalan menyelesaikan karya sastra lalu ingin pulang duluan.

Teman temannya protes sebab sebelumnya sdh ada perjanjian bahwa tdk boleh pulang terlalu pagi, lagipula masih ada perjamuan malam, tdk boleh pergi duluan. Menunggu saat org org minum malam, Xi-tao gelisah, ia terus memikirkan hubungan gelap dgn istri tetangga yg cantik itu, ia tdk minum, teman temannya memaksanya minum, ia tdk bisa menolak ajakan teman temannya lantas ia dan teman temannya pun minum, alhasil Cao Xi-tao mabuk besar, teman temannya mengantarnya pulang utk tidur, ia sdh tdk bisa memenuhi janjinya!

Ceritanya istri tetangga telah mempersiapkan arak dan sayur, juga mandi dan berdandan, dgn tdk sabar menanti kedatangan Cao di depan pintu. Ada seorg tetangganya yg merupakan seorg bajingan, mengetahui tingkah laku keseharian wanita yg berselingkuh ini. Ia melihatnya menanti dgn tdk sabar, pasti ada janji dan yg dinanti belum tiba.

Si bajingan kemudian dgn sengaja menggodanya, si wanita juga tdk menolak, keduanya tunggang balik di ranjang, suaminya diam diam memperhatikannya, ia menggunakan kapak menebas mati si bajingan, lalu si istri ditebas menjadi beberapa potongan, kemudian ia menyerahkan diri ke pengadilan sambil membawa kapak tsb, kejadian ini sempat menggemparkan dusun.

Begitu Cao Xi-tao mengetahui kejadian ini, ia sangat terkejut, kemudian bertobat secara pribadi, serta meminta teman temannya menjadi saksi. Ia bersumpah pada dewa di langit dan di bumi utk menjalankan kebajikan buat memperbaiki kesalahan, selamanya tdk akan mengulangi perbuatan jahat lagi, beberapa tahun kemudian, Cao Xi-tao berhasil lulus ujian Jin Shi .

Cao Jin Shi yg hampir mati ini berhasil selamat, antara hidup dan mati tdk bisa di duga duga, hanya mengandalkan bantuan dari teman teman barulah ia bisa terhindar dari kematian. Sedangkan si bajingan tsb begitu muncul birahi maka tdk sabar lagi ingin mencoba, ia tdk menyadari bahwa ternyata di dalamnya terselubung bencana besar, hanya dalam sekejap mata, nyawanya jadi melayang di bawah kapak.

Peribahasa mengatakan , berzinah mesti di bunuh, diatas karakter sex ( dalam penulisan huruf china) ada sebilah pisau., percayalah !

Lebih lanjut :
Pikiran birahi org awam selalu berpindah pindah dalam setiap kehidupan. Sewaktu terlahir menjadi wanita dalam kehidupan lampau, bertemu pria akan senang. Dalam kehidupan sekarang terlahir menjadi pria, lantas mencintai tubuh wanita. Sadarilah dr mana timbulnya asmara.

Chen Ping sdh mewaspadainya. Namun, tahukah kita, ada apa dgn belalang ?

Sewaktu belalang jantan naik ke atas punggung belalang betina utk melakukan hal persetubuhan, karena terlalu bahagia, sehingga stamina seumur hidupnya tiris seluruhnya. Sekali belalang jantan tiris, maka seluruh tubuhnya menjadi lemah tdk bertenaga. Belalang betina saat itu juga dgn gegabah menganggap belalang jantan sebagai makanan yg lezat lalu melalapnya habis dari kepala sampai kaki.

Chen Ping bkn hanya memiliki seekor belalang betina. Juga ada seorg perawat wanita yg sdh lama kagum dgn Chen Ping !

Ada lagi seorg pasien wanita.

Masih ada lagi…

Chen Ping sibuk sekali.

Aku suka mendengar suara nafas wanita yg terburu buru, suka menggunakan tangan mengelus elus di atas tubuh mereka, menekan pergelangan tangan pasangannya, mencari sumur tsb, pergerakan tubuh yg lembut dan lincah, getaran di atas dan di bawah, mulut mengerang, “Ai….. Ih…..Hm…..Uh….”

Di dalamnya berdenyut, duk, duk, duk.

Pernafasan tubuh tsb sungguh membuat org terpesona. Pipi yg mendidih, lidah yg panas, suara jeritan yg berbunyi ih ih uh uh, gerakan cabul dan mata lentik bagai sutera.

Setiap kali ---
Chen Ping merasakan kepuasan birahi. Sedangkan pasangannya, di bawah pertarungan yg sengit, di bawah pergulingan di seluruh ranjang, berteriak , menjerit, dan juga meloncat, akhirnya memperoleh kepuasan yg terbesar.

Antara pria dan wanita itu tdk bisa menahan timbulnya api birahi. Api birahi harus di padamkan. Setelah api padam akan mendingin. Setelah air bah meluap, maka segalanya menjadi hening. Berpelukan erat bersama sekalipun, apapun tdk ada lagi. Yang tersisa adalah dua sosok fisik yg bersatu, ini barulah nyata, barulah bisa membuktikan kebahagiaan, kalau tdk, apa itu kebahagiaan ?

Api birahi adalah kebodohan, timbul ya timbul. Ia berasal dari mata, telinga, hidung, lidah, tubuh dan pikiran. Ia berasal dari rupa, suara, wewangian, rasa, sentuhan, kesan pikiran. Begitu api birahi timbul berarti birahi besar dalam diri manusia telah datang, ini adalah semacam godaan yg berlangsung berulang ulang, dari nol sampai tak terhingga, kemudian dari tak terhingga kembali nol.

Di dalam Ksitigarbha Purva Pranidhana Sutra “Bab IV. Hukum Karma Dari Mahluk Hidup.”
Pada saat itu Hyang Buddha memberitahukan Ksitigarbha Boddhisatva, mahluk hidup yg belum memperoleh pembebasan, mempunyai sifat dan kesadaran yg tdk tetap. Mereka kadang kadang melakukan kebaikan atau kejahatan dan menerima karma yg sesuai. Perbuatan baik dan buruk mereka timbul sesuai dgn keadaan dan lingkungan mereka, dan mereka berputar di dalam Lima Alam Kehidupan tanpa berhenti. Mereka melewati kalpa yg banyaknya bagai titik debu, dalam kebingungan, tersesat, dan terbelenggu bagaikan ikan yg berenang mengikuti arus menuju ke jala. Mereka mungkin bisa meloloskan diri utk sementara, akan tetapi sesudah itu, mereka akan terjerat kembali. Itu sebabnya Aku kuatir.

Kemudian “Bab VII. Manfaat Bagi yg Hidup dan Yang Meninggal.”
Boddhisatva Mahasatva Ksitigarbha berkata kepada Hyang Buddha, Yang di junjungi, aku melihat bahwa hampir setiap perbuatan dan bentuk pikiran mahluk hidup di Jambudvipa merupakan karma buruk, mereka mudah kehilangan pahala hidup yg telah diperoleh, dan byk yg mundur dari niat sucinya yg semula. Jika mereka bertemu dgn hal hal yg buruk, mereka cepat terpengaruh dan terseret ke dalamnya. Ini bagaikan seorg yg membawa batu berat melewati jalan berlumpur, semakin melangkah kakinya terperosok semakin dalam.


Dua alinea sutra ini memiliki dua perumpaaan :

Yang pertama, bagaikan ikan yang berenang mengikuti arus menuju ke jala. Mereka mungkin bisa meloloskan diri utk sementara, akan tetapi sesudah itu mereka akan terjerat kembali.

Yang kedua, bagaikan seorg yg membawa batu berat melewati jalan berlumpur, semakin melangkah kakinya terperosok semakin dalam.

Chen Ping berjuang di tengah birahi, ia memang paham bahwa itu tdk benar, namun ia benar benar adalah ikan yg berenang mengikuti arus menuju ke jala, hanya bisa meloloskan diri utk sementara, tak lama kemudian terjerumus lagi.

Chen Ping benar benar telah masuk ke dalam lumpur, memikul batu yg berat, terperosok ke dalam lumpur, ingin meloloskan diri pun sulit.

Siapa yg mencelakai ? Sebenarnya tdk ada org yg mencelakai, semuanya dicari oleh manusia itu sendiri. Peribahasa mengatakan bahwa sekeping uang saja tdk akan berbunyi kalau 2 keping baru bisa berbunyi. Aku dan dia telah terperosok ke dalamnya, semuanya adalah ulah dari birahi. Sendiri yg terperosok, maka harus berjuang sendiri utk keluar.

Sudah ada peringatan lewat mimpi !

Sudah ada petunjuk lewat Sutra !

Batin Chen Ping berjuang, namun masih tdk bisa menundukan godaan kenikmatan birahi. Aku menyeret jalan pikiran yg berat, keputus asaan, kekuatiran, dan birahi bercampur jadi satu. Aku selalu ingin menarik diri dan mundur, namun semakin mendaki aku semakin lelah, aku terbelit erat oleh serat birahi menjadi sebuah kepompong, sendiri berada di dalam kepompong, terbungkus erat di dalam kegelapan ibaratnya spt mati, tdk terang. Di dalam kepompong tiada yg bkn sehampar kekacauan, aku berontak, namun aku sepenuhnya terbelenggu dan terikat. Seekor ulat kecil didalam kepompong terbelenggu dan tewas oleh serat yg di muntahkan sendiri.

Ada sepenggal dialog antara dia dan Chen Ping.

Ia berkata, “Apakah kita berbuat dosa?”

“Mungkin,” aku sendiri sadar bahwa ini adalah dosa.

“Aku mendadak berubah jadi bkn seorg wanita baik baik, aku tdk mematuhi kaidah, aku telah menggodamu, aku terlalu liar, aku telah menjadi wanita yg berzinah.”

“Seharusnya ini adalah salahku.”

“Aku ini wanita jalang !”

“Bukan, bukan, aku sendiri yg rela.”

“Apakah ini di anggap balas dendam padanya ?”

“Ini…”

Aku berkata , “wanita yg telah dilecehkan akan berharap utk balas dendam.”

“Balas dendam apa apaan ini ? Ini menghina dirimu, juga menghina diriku sendiri,” sewaktu ia sadar, ia slalu menyalahkan diri sendiri dgn cara demikian.

Aku berkata,”Aku akan hargai.”

“Jangan sengaja memperindah, itu bukan cinta.”

“Lantas apa itu?”

“Birahi.” Ia berkata, “Takkan ada hasil.” Ia sangat paham.

Aku pun tahu, itu takkan ada hasil, bila ada hasil, maka itu akan menjadi bahan tertawaan manusia dunia, akan turun ke neraka tingkat 18. Aku adalah pria yg berzinah, ia adalah wanita yg berzinah, wanita yg berzinah itu adalah bibi dari pria yg berzinah, oh Tuhan, mengapa bisa begini ?

Aku teringat berita di televisi kerap ada laporan demikian, sepasang kekasih menyewa kamar hotel, kedua duanya saling mengikat diri, kedua duanya meminum racun. Keesokan harinya, saat pelayan datang membersihkan kamar, si pelayan terkejut sekali melihat situasi tersebut.

Aku pikir, akan kah terjadi pada aku dan bibiku. Sebab, aku terpesona pada kenikmatan birahi, demikian juga dia. Ia mengatakan bahwa semua wanita memang jalang. Manusia memang begitu aneh, saling terlibat, saling mencari kerisauan, ada suka juga ada duka, semuanya berada didalam kekacauan.

“Samudra birahi adalah samudra yg berombak ganas dan tdk bisa di hentikan.” Katanya.

“Mudah masuk namun sulit keluar.”

“Tenggelam perlahan lahan !”

“Tenggelam sampai tdk terlihat puncak kepala.”

“Aduh !”

Payudaranya melekat erat pada diriku.

Aku teransang lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar