Senin, 14 Juli 2014

Bertanding Kemampuan Minum Arak

Saat mendatangi rumah seorang umat, umat ini mengundang kehadiran seorang kepala seksi administrasi sipil kawasan setempat, saya pertama kali bertemu kepala seksi administrasi sipil ini.

Kepala seksi administrasi sipil ini berjas, wajah persegi empat, wajah seperti singa, berjanggut, roman muka pantas, mulut agak lebar, terpancar kepandaian dan kebijaksanaan, tubuh sehat dan gagah, agak gemuk.

Umat mengundang kami makan, di meja makan total ada 8 orang, ada umat, juga ada keluarga umat.

Kepala seksi ini berkata, "Apakah Anda Buddha Hidup?"

Umat mewakili saya menjawab, "Mahaguru Lu kami serba bisa!"

"Bisakah minum arak?"

Umat terbata-bata, banyak umat saya tahu, saya tidak minum arak, hanya cicip sedikit saja, wajah dan telinga pun memerah, saya selalu menaati 5 Sila, tidak pernah cicip.

Saya jawab, "Tidak minum ya tidak minum, mau minum juga bisa minum."

Kepala seksi ini berkata, "Buddha Hidup serba bisa, bagaimana kalau kita bertanding kemampuan minum arak?"

Saya jawab, "Bertanding ya bertanding."

Umat tercengang, berkata, "Kepala seksi administrasi sipil kami, terkenal kuat minum arak, banyak orang kalah olehnya, ia kuat minum, tidak ada orang yang bisa menandinginya. Mahaguru, Anda tidak perlu bertanding dengannya."

Saya berkata, "Saya Buddha Hidup, serba bisa."

"Bagaimana kalah dan menang?"

Kepala seksi berkata, "Jika saya menang, lain kali Anda tidak boleh dipanggil Buddha Hidup!"

"Jika kalah?"

"Saya bersarana pada Anda, berguru pada Mahaguru Lu!"

Para umat sangat menguatirkan diri saya, karena semua orang tahu saya tidak suka minum, sedangkan kepala seksi administrasi sipil ini, dijuluki raja arak, kuat minum, bukan orang sembarangan. Para umat berkeringat dingin untuk saya.

Kami minum "Arak Gaoliang" yang paling keras.

Saya tidak bisa main suten arak, hanya menggunakan suten biasa, siapa kalah, habiskan satu gelas.

Saya tekan sebentar sinar roh, tahu kepala seksi memiliki reputasi yang layak, saya sang Buddha Hidup ini pasti kalah.

Sehingga saya menjapa, "Langit ada dewa arak, bumi ada mata air arak, mengundang dewa arak, segera menghadap, jiji ru lv ling."

Sehingga dewa arak pun turun, bantu saya minum arak, Gaoliang yang mau saya minum, walau masuk ke mulut saya, namun, sebenarnya diminum oleh dewa arak, saya hanya minum airnya saja.

(Kehadiran Dewa Arak ini tidak kasat mata, mata fisik sama sekali tidak bisa melihat Dewa Arak)

Sehingga:

Kepala seksi segelas.

Saya segelas.

Suten memang seimbang. Kami pesan 2 lusin botol besar arak Gaoliang, minum sampai setengah.

Kepala seksi sudah terhuyung-huyung hampir jatuh.

Sementara saya! Saya masih sadarkan diri, karena alkohol saya dari awal sudah terurai.

Kepala seksi berkata, "Arak Mahaguru Buddha Hidup itu palsu!"

"Kalau begitu, Anda minum punyaku." kata saya.

Begitu kepala seksi minum, bruk, ambruk, di lantai ia berteriak, "Anda Buddha Hidup sejati, memang serba bisa, tidak berani lagi bertanding kemampuan minum arak dengan Buddha Hidup, saya bersedia bersarana pada Anda, Anda berhasil meyakinkan saya!"

Saya terbahak-bahak:

Bebas lepas, oh bebas lepas.
Orang yang bebas lepas, bergembira ria.
Arah terisi penuh dalam gelas.
Kesedihan dalam hati mesti disingkirkan.
Bernyanyi lantang di depan bunga di bawah rembulan.
Bermain tanpa kesedihan maupun kerisauan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar