Selasa, 15 Juli 2014

Beban Pikiran Pak Tua Itu (Bagian 8)

Nafsu Badaniah Menang Lagi.



                Chen Ping telah melewati satu kurun waktu yg bersih, dengan kata lain, dalam satu kurun waktu tsb aku hidup dengan sangat polos, tidak mengharapkan apa-apa, tampak lbh alami dan santai, ini terkesan bahwa segalanya normal, nafsu tidak timbul.

                Aku menerima memo kecil dari bibi:
Cepatlah datang untuk bertemu sekali !
Wahai orang yg membuatku terkubur seumur hidup.

                Hanya beberapa kata sederhana yang ditulis tidak beraturan, di bawah adalah tanda tangannya. Aku bertemu lagi dengan bibi bungsu. Aku menyadari bahwa di atas wajah bibi bungsu sdh timbul kerutan, kulitnya pun sdh kehilangan kemilau yg indah, ada semacam penampilan yg menderita dari hari ke hari, hanya terisa sesosok tubuh yg kosong melompong, payudara yg montok dan pinggang yg kecil itu seakan akan telah berubah bentuk pula.

                Melihat bibi bungsu, aku sendiri pun tidak merasakan rangsangan masa lalu, bagai sayur sisa yg hambar, aku tahu berpikir demikian memang tidak benar, namun, sesungguhnya memang demikian. Si bibi memperhatikanku dgn seksama, ia berkata, “Jangan mengira kau masih kuat, kau juga akan segera tua.”

                “Benar.” kataku.
                “Aku telah menyerahkan seluruh hidupku yg paling indah kepadamu. Aku tidak dapat mengendalikan diri ku sendiri,” ujarnya.
                “Kau boleh memulai dari awal.”
                “Sudah terlambat.”
                “Bagaimana kau melewati hari ?”
                “Menggunakan tangan. Hari ini kau gunakan tangan saja!” ia sangat jujur.



                Ia mendadak menghempaskan tubuhnya, satu tangannya merangkulku, tangan lainnya mencari cari ke arah bawah...
Wah ! Ia sangat terkejut, “Mengapa kau bisa ereksi ?”
                Aku berkata,”Aku ‘kan  dokter.”
                “Jiwaku memang hidup demi dirimu,” ia sangat terangsang.
                “Dasar wanita.”
                “Pria dan wanita sama saja.”
                Aku tiba-tiba ingin mengatakan kepada bibi bungsu bahwa aku tidak dapat bersamanya lagi, namun yg terbaik adalah berpisah secara alami, aku sendiri yg rela, demikian juga bibi bungsu, berpisah dengan damaidan tenang, tidak ada lagi perselisihan apapun.
                Namun, mulutku segera tersumbat. Lidahnya menjulur ke dalam mulutku. Aku menyadari lidahnya juga kering dan layu. Aku mengelak , aku berkata,”Aku takut ...”
                “Kau ingin menghindar?”
                “Bukan.”
                Aku memperhatikan bibi bungsu, ternyata tubuhnya yg bugil , payudara sdh agak menggelantung, satu-satunya yg tersisa adalah sinar mata masih menatap dengan terang, ada rangsangan kuat yg dahsyat.

                Aku tidak dapat mengatakan aku benci bahwa ia telah tua, juga tidak dapat merasa muak terhadap lemak di pinggangnya, aku tidak dapat merangsangnya, sebenarnya bibi bungsu sdh menjadi Ny.Xu yg setengah baya (catatan : Ny.Xu, seorang selir Kaisar Yuan dari Dinasti Liang yg masih di cintai meskipun sdh tua), namun masih ada sdkt pesona.

                Aku teringat :
                -  Usia 30 bagai serigala.
                -  Usia 40 bagai macan.
                -  Lanjutan yg paling bagus, usia 50 bagai penyu, begitu menggigit tidak akan lepas lagi.
                Ia berkata, “Seharusnya masih belum sampai tahap membuatmu merasa jijik !”
                Ia berteriak dgn sedikit histeris, “Kita sama-sama bisa tua, sama-sama butuh, aku tidak dapat memanfaatkan dirimu, kau tidak dapat meninggalkan diriku, tidak dapat menghindar, tidak dapat melukai diriku, aku mau, aku mau kebahagiaan, aku membutuhkan semacam perasaan di masuki.”


                Ia menangis dan juga berteriak. Tiba-tiba muncul semacam rasa iba dalam hatiku, aku mengusap air matanya dgn tanganku. Aku berkata, “Kau harus tenang !”
                Ia menjawab, “Aku tidak punya apa-apa, aku butuh kepuasan , aku tidak sanggup tenang.”
                Aku memeluknya, ia berteriak histeris. Di dalam matanya berkelebat sinar mata yg luar biasa, sinar mata itu adalah sinar mata yg akrab bagiku, nafas nya terburu-buru, sekujur tubuhnya gemetaran, ia meliuk-liuk diatas tubuhku, mencumbu dgn agresif bagai rintik-rintik hujan.
                Ia berkata,”Jangan sekali-kali meninggalkanku, supaya aku punya semacam perasaan dicintai, itu saja. Yang lainnya , kau bebas.”
                Aku memejamkan mata, dua orang bergelinding menjadi satu. Aku berkhayal mata indah bibi bungsu, aku jadi tergila-gila, berkhayal sekujur tubuh bugil indah yg mulus, berkhayal tangan dan kaki nya menari nari. Ia berteriak keras, “Datang ! Datang lagi!” arti kata-katanya tidak jelas, ia menangis dgn sengit dan berteriak dgn sangat pilu.
                Aku telah kalah, bibi bungsu telah menang !
                Aku terjerat ke dalam nafsu badaniah, dan terus terperosok !

***

                Ini adalah kejadian yg sangat mengerikan, ternyata manusia bisa menua, bibi bungsu yg beberapa tahun tidak bertemu, yg semula adalah primadona sekolah, aku melihat bahwa rambutnya di cat, akar rambutnya yg tumbuh belakangan sdh putih semua. Tidak hanya itu saja, ada gejala kerontokan pada rambutnya, rambutnya mengalami kerontokan serius di beberapa tempat, tampak jarang-jarang, rambut yg indah di seluruh kepalanya telah lenyap.

                Aku menggenggam tangannya, aku merasakan telapak tangannya tidak lagi bundar dan licin, kulit di telapak tangannya berkerut-kerut, lagipula ada flek hitam, sama spt kulit ayam. Kemilau di wajahnya sudah lenyap. Kerutan ekor ikan di ekor matanya banyak dan dalam. Mulutnya telah kering dan layu.

                Aku mengenai pundaknya, aku menyadari pundaknya telah kurus,tubuhnya bergerak perlahan-lahan, namun bagian pinggangnya tetap kasar, bagian bokongnya melar, wajah kecil, bagian bawah tubuhnya besar, bahkan sekujur tubuhnya telah berubah bentuk.


                Teringat dulu, aku pernah tergila-gila padanya, itu tentu bkn cinta, melainkan semacam berahi, sewaktu kami saling bercumbu, kami pernah bergumam kata-kata yg sama, kau adalah milikku, aku adalah milikmu, selamanya takkan berpisah. Masa –masa itu, cinta sampai sengit sekali.

                Kali ini, saatnya ia roboh, ternyata roboh sekaligus, ia bagai terbuat dari kertas, hening dan tidak meninggalkan jejak, sekeping penampilan yg mati dan sunyi, tidak ada gemetaran lagi, tidak ada tangis histeris lagi, tubuh tidak lagi bergerak menari-nari.

                Aku mendadak sadarbahwa bibi bungsu sdh tua, punggungnya sdh agak bungkuk, ia hanya tidak sudi menyerah begitu saja, ia ingin menangkap ekor masa muda yg telah pergi, skrg, bahkan ekor pun tak bisa ditangkap lagi, inilah yg menakutkan dari usia.


                Aku ingin pergi dan meninggalkan bibi bungsu, namun, aku tidak dapat begitu kejam terhadapnya ! Itu hanya merupakan kelanjutan dari berahi masa lalu, dulu tubuhnya segar dan sensitif, namun skrg aku sdh tidak bisa membangkitkan hasrat, sama sekali tidak terangsang lagi, tidak tersentuh, bahkan timbul semacam rasa muak dan benci, aku tidak tahu apakah ini malah lebih kejam.
                Aku turun dari atas tubuhnya.
                Aku menyadari bahwa itu bkn kenikmatan.
                Melainkan melunasi tanggung jawabku sendiri.
                Aku sangat kecewa, bahwa diri sendiri telah berubah menjadi tumbal,  mengkhianati tubuh fisik sendiri, hatiku menyesal tanpa sanggup menenangkan diri.
                Aku teringat dgn sebuah perihal “berahi”.

                Mungkinkah berahi akan menemaniku seumur hidup ?
Ternyata berahi bisa berubah, berahi cinta pada hari ini mungkin akan lenyap keesokan harinya, berahi itu sendiri tidak abadi, jadi tidak mungkin akan menemani kita selamanya.

                Manusia itu sendiri akan menua, berahi juga tdk dapat segar dan lincah tiada tara selamanya, berahi sungguh bagaikan bunga segar, ada mekar ada gugur, ada saatnya segar dan lincah, juga ada saatnya layu dan gugur.

                Kebahagiaan berahi lenyap dalam sekejap.
                Kebalikannya kehampaan lah yg jadi abadi.

                Sewaktu berahi semacam ini lenyap, sebaliknya penderitaan lah yg terus menerus membangun sarang di dalam hati. Penderitaan banyak , kebahagiaan sedikit.
Kebahagiaan berahi selamanya sulit di temukan, terjadinya dan berakhirnya berahi dan cinta adalah benda yg sekejap mata, berahi dan cinta yg abadi sama sekali tidak akan terjadi pada diri manusia.
                Selamanya tdk akan terjadi.
                Ada 2 perumpamaan aku dan bibi bungsu :
                Umpamanya spt mengunyah ppermen karet, saat permulaan adalah manis, di kunyah sampai terakhir, rasa  manis telah lenyap seluruhnya, menguyah tanpa rasa, hanya bisa di muntahkan saja.
                Umpamanya spt menggigit tebu, zat gula pada tebu memang manis, namun, ampas tebu harus di muntahkan, hanya dapat di gigit beberapa gigitan, terakhir harus di muntahkan.

                Wanita acapkali bisa menyalahkan pria bahwa sdh memperistri istri yg cantik, mengapa masih berselingkuh di luar, siapa yg tahu bahwa betapa cantiknya, juga sekedar tebu atau permen karet. Mula-mula ada rasanya, selanjutnya tidak ada lagi.


                Sesungguhnya bkn hanya wanita yg bisa menyalahkan pria, pria dan wanita sama saja. Wanita juga sama, pastilah akan timbul rasa jenuh terhadap pria yg sdh lama menemani.
Berahi dan cinta akan berubah menjadi kebencian.
Cinta akan berubah menjadi benci.


                Perselisihan antara pria dan wanita adalah semacam perilaku yg normal di dunia ini. Kejadian di dunia ini memang demikian, berahi dan cinta adalah arus air, yg mengalir ke sana ke mari.
Chen Ping menyadari bahwa penuturan orang sakti dan Buddha Hidup Lian Sheng Lu Sheng-yen memang benar. Semakin di incar maka semakin hampa. Chen Ping telah di tipu oleh berahi, lagipula masih sering kali tertipu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar