Minggu, 02 April 2017

Kenang-kenangan mengenai reinkarnasi yang lalu

                    Pertama kali aku datang mengunjungi ---  aku tercengang mendapatkan diriku sangat mengenal desa ini. Ada sebuah jembatan yang panjang, dan gunung yang di penuhi dengan ladang pohon buah-buahan. Ketika bis yang kutumpangi memasuki desa itu, entah mengapa perasaanku bergejolak terutama sekali rasa haru. Di bawah jembatan panjang yg di seberangi itu, aku melihat granit biru yg di tutupi oleh semak belukar dan di samping granit itu ada sebuah batu putih yg besar.



             Aku berpikir, "Bukan saja aku mengenal tempat ini, tetapi bahkan aku pernah berjemur matahri di atas batu itu dan berenang di bawah jembatan ini. Sekarang aku ingat , begitu lewat jembatan ini, ada sebuah altar Dewa Bumi. Aku bertanya dengan penuh perasaan, "Apakah ada sebuah altar di sebelah kanan jalan ini tidak jauh dari sini ?"



             "Ya, benar !" Nona Fan menjawab tanpa berpikir lagi.



             Ia memandangku dengan aneh, "Bukankah kau katakan kau tidak pernah datang ke sini sebelumnya ?"



             Bis membelok ke kanan. Dan terlihatlah altar itu. Bata batanya sudah tua dan buram karena usia.
"Kalau tidak salah," kataku lagi kepada nona Fan, "Kita masih harus menyeberangi sebuah jembatan kecil sebelum tiba di desa, dan nama jembatan itu adalah 'ADIL'. Mudah-mudahan ingatanku benar."



             Nona fan membelalakkan matanya lebar-lebar dan berkata, "Ya. Ada sebuah jembatan kecil di sana, tapi aku tidak pernah menaruh perhatian tentang nama jembatan itu."

Ada sebuah halte bis tepat sebelum jembatan itu dan kami melihat nama jembatan itu terukir dengan jelas : 'Jembatan Adil'.



             "Kau sdh pasti pernah datang ke sini," kata nona Fan



             "Tidak, aku tidak pernah datang ke tempat ini dalam hidup ku kali ini."



             "Jadi bagaimana kau bisa tahu nama jembatan ini ?"



             "Entahlah, tapi di bawah jembatan ini, dahulu, banyak orang memelihara bebek. Dulu ada banyak bebek di sini."



             Setelah melewati jembatan itu, kami melihat segerombolan bebek-bebek dan sebuah rumah kecil dengan atap bilik. Seorang pria berdiri di samping sungai mengawasi bebek-bebek itu. Semuanya semakin tak asing bagiku.
Ayah dari nona Fan membuka toko mini-market di sini. Ia telah mendengar kabar bahwa aku adalah seorang ahli Feng-Shui dan ia telah meminta putrinya utk membawaku ke desa ini.



             "Kau orang aneh." kata nona Fan



             "Tidak sama sekali. hari ini ingatanku baik-baik saja." jawabku



              Ketika kami turun dari bis, hatiku bagaikan loncat saja. Sepertinya desa ini tidak banyak berubah dari apa yg kuingat. Nona Fan membawaku menemui ayahnya. Selain dua toko mini-market,keluarganya juga mempunyai ladang jeruk dan buah-buahan lainnya dan sebuah hutan bambu. Ayahnya itu merupakan lurah dari desa ini.



               "Saya rasa anda belum pernah datang ke desa sejauh dan sekecil ini,"  kata ayahnya kepadaku.



                Bagaimana aku harus menjawab pertanyaannya ? Sebetulnya,aku memang belum pernah datang ke desa ini dalam 33 tahun usiaku ini, tapi aku tidak bisa mengatakan aku belum pernah datang ke sini. Sungguh sulit mengungkapkan perasan-perasaan ku ini. Aku merasa aku sedang kembali ke kampung halaman.



                 "Pak Fan, di ujung jalan ini ada sebuah keluarga yg tinggal di rumah bertembok bata merah. Nama marganya adalah Shih. Apakah bapak mengenal mereka ?"



                   "Oh, itu adalah rumah dari nenek Shih. Sekarang di keluarganya hanya ada seorang pembantunya. Keluarga Shih dulu adalah keluarga yg paling kaya raya di kampung ini. Pak Shih adalah seorang yg sangat baik hati dan berjiwa sosial. Ia mendanai banyak pekerjaan pembangunan di desa ini. Setelah ia wafat, sanak keluarganya pindah ke kota besar maupun ke luar negeri. Hanya istrinya, nenek Shih, yg masih menetap disini. Ia tidak dapat melupakan almarhum pak Shih. Sekarang ia jarang sekali meninggalkan rumahnya itu. Setia pagi mereka membaca mantra dan berdoa kepada Buddha."



                    "Kapan almarhum Shih Shan-Pen meninggal dunia ?"



                    " Oh, itu kira-kira 33 tahun yg lalu. Saya saat itu berusia 20 tahun. Pada hari pemakamannya semua orang didesa ini hadir. Suasananya mirip upacara di kuil saja. Makamnya di buat di tanahnya sendiri. Makamnya itu adalah yang terbesar di kampung ini. Saya akan menemani anda melihatnya apabila anda suka. Lagipula, kita harus melewati tempat itu kalau ingin melihat makam kakekku sehingga anda bisa mengatur Feng-Shui nya."


                    Pak Fan tidak bertanya apa apa kepadaku. Aku terus menundukkan kepala. Nona Fan mengamati gerak gerikku dengan seksama. Air mataku mengalir mendengar mereka berbicara tentang Shih Shan-pen dan nenek Shih.


                    Ketika kami mendaki gunung untuk melihat makam almarhum Shih Shan-pen, aku berjalan di depan. Pak Fan berkata, " Hei, kelihatannya anda hafal betul jalanan di gunung ini."

                     Aku mengamati makam Shih Shan-pen dengan teliti. Kemudian aku pergi ke makam kakek dari pak Fan. Setelah itu aku memohon diri. Aku pergi ke rumah nenek Shih dan mengetuk pintu.

                    Secara kebetulan, ketika aku tiba disana, nenek Shih lah yang membukakan pintu. Mengenakan kemeja biru dan celana berwarna gelap, ia bergerak dengan sangat lambat. Wajahnya sudah keriputan. Tangannya memegang tasbih. Ia bergumam melafal mantra. Aku mengenali bentuk tubuhnya. Aku begitu terkesan sehingga aku berusaha menggapainya, "Apa kabar, nenek Shih ?"


                     "Siapa kau ?" ia bertanya dengan muka menyelidiki.



                     "Nama saya Lu Sheng-Yen." Sangat sulit bagiku menjawabnya demikian. "Saya tahu namamu adalah Pi-fang dan nama pembantumu adalah A-sang. Kau mempunyai 3 putra dan 1 putri. Satu diantaranya baru saja wafat 4 bulan yang lalu. Suami mu , Shih Shan-pen , meninggal 33 tahun yang lalu."


                     "Aku tidak kenal kau ! Kau datang untuk menyelidik tentang aku ?" ia merasa terganggu.



                      "Tidak, tidak. " kataku dengan tergesa gesa, "Saya bukan untuk menyelidikmu; saya cuma mengetahui masa lalumu," saya segera menjelaskan.



                      " Orang gila." ia membalikkan badan sambil bergumam dan menutup pintu.



                      Aku mendengar ia berteriak memanggil pembantunya, " A-sang ! A-sang ! A-sang !"



                      Setelah itu, aku makan siang di rumah pak Fan, tapi aku tidak memiliki nafsu makan. Pak Fan memanggilkanku taksi untuk kembali ke Tai-chung. Ia juga mempunyai urusan disana sehingga ia pergi bersamaku. Ketika taksi melewati jembatan "Adil" , pak Fan berkata, "Jembatan ini di danai pembangunannya oleh Shih Shan-pen"



                       Kami melewati altar Dewa Bumi dan pak Fan berkata, "Altar ini juga di bangun oleh Shih Shan-pen. Orang mengatakan bahwa ia membangunnya untuk mengenang ayahnya."


                       Di jembatan, pak Fan menunjuk ke batu granit dan berkata, "Anak anak suka bermain air disini.Mereka berjemur matahari di atas batu itu."


                         Aku tidak berkata sepatah katapun ; di dalam hati aku mengucapkan selamat tinggal kepada masa laluku. Aku merenung berapa lama aku dapat hidup di dalam tubuh fisikku yang sekarang.


                       " Apakah aku gila ?" pikirku. "Tidak , pikiranku jernih. Sekarang aku mulai mengerti."



                       Aku sadar bahwa rahasia alam tidak dapat di ungkapkan. Semua yang di atur oleh alam semesta bergerak seperti roda berputar. Bila semua orang mengetahui masa lalu mereka, perbedaan didalam umur, hubungan hubungan karma antar manusia,maka tidak ada lagi yang di sebut waktu. Bila demikian keadaannya, betapa kacaunya dunia. 



























































Jumat, 26 Desember 2014

Flying Carpet of the East (episode 3)

3. Mengenal diriku




Dari kuil aku pulang bersama ibuku kembali ke apartemen tempatku tinggal. Begitu banyak yg terjadi pada hari itu sehingga aku masih memikirkannya sewaktu aku berbaring di ranjang. Aku tidak dapat tidur. Tiba tiba aku mencium wangi cendana. Aku memejamkan mataku. Di dalam kabut kabut muncullah sebuah lingkaran sinar yang berwarna keemasan. Aku merasa badanku menjadi ringan melayang layang di udara dan kemudian terbang memasuki lingkaran sinar tersebut. Terdengar suara hembusan angin. Aku merasa aku telah terbang sangat jauh; aku dapatkan diriku tiba di suatu dunia yang begitu berbeda. Entah bagaimana tetapi aku merasa tahu bahwa ini di sebut sebagai dunia Kehampaan. Ternyata ada semacam kekuatan yang menuntunku ke tempat ini. Di tempat ini aku bertemu dengan Bodhisatva Bodhisatva. Mereka membungkuk kepadaku memberi hormat, tetapi aku tidak mengenal mereka. Aku melihat bunga bunga teratai dengan berbagai warna yang ukurannya sebesar ban mobil, dan disetiap bunga teratai itu berdiri seorang anak laki laki. Setiap anak laki laki memegang di tangan sebuah bunga teratai yang berlainan warna. Dari langit aku melihat tangga tangga terjulur ke bawah dan di jaga oleh dewa dewa berbaju emas. Sebuah kabut yang sangat menakjubkan melayang layang di atas tanah.


Aku melihat sebuah istana yang di ukir dengan sangat indahnya yang memancarkan cahaya keemasan dari setiap jendelanya. Istana itu mempunyai dua pilar yang berdiri tegak menjulang tinggi mencapai awan awan. Aku mendengar sebuah suara memberitahukanku bahwa pilar yang satu melambangkan gunung Kun-Lun dan pilar yang lain melambangkan gunung Semeru. (Catatan: gunung Kun-Lun di kenal sebagai tempat suci Taoisme, sedangkan gunung Semeru di kenal sebagai tempat suci Budhisme)


Aku berjalan ke sebuah kuil megah di salah satu gunung itu. Disana berdiri seseorang dan aku mendengar sebuah suara yang berkata, "Orang itu adalah xxx. Ia adalah anda pada masa kehidupan yang lalu. Bila tidak percaya, setelah anda kembali sadar, periksalah sutra xxx di halaman xxx. Disana tercantum nama anda dalam kelahiran yang lalu. Asal usul anda ini merupakan suatu rahasia alam semesta. Jangan terbocorkan." Aku mengiyakan. Karena itu para pembaca harap memaafkan aku karena tidak dapat membocorkan nama dari kelahiranku yang lalu.



Aku terus melawat ke banyak tempat lainnya. Aku melihat dan mendengar hal hal yang tidak pernah kulihat dan kudengar sebelumnya.


Ketika aku terbangun, saat itu sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Aku segera pergi ke toko buku Jui-Cheng di Tai-Chung yang mengkhususkan diri menjual buku buku Budhisme dan Taoisme. Aku menemukan sutra yang disebut di dalam perjalan astralku itu dan membuka halaman yang telah diberitahukan kepadaku. Sungguh tercengang aku mendapatkan bahwa di halaman yang di maksud itu betul betul tercantum nama orang yang telah di ceritakan kepadaku oleh suara yang tak berwujud itu! Aku terpesona dan dipenuhi dengan perasaan suka maupun haru secara bersamaan. Sekarang aku sadar betapa reinkarnasi itu betul betul ada. Bagaimana mungkin aku dapat menyangkal pengalaman pengalaman yang terjadi pada diriku kemarin pada pagi hari maupun malam harinya. Pengalaman pengalaman itu begitu aneh tapi begitu nyata.



Aku berpikir, "Bila aku tidak melatih diri dalam kehidupan yang sekarang ini, lalu kapan lagi aku mulai?" Sebelum meninggalkan toko buku itu, aku memborong banyak sutra sutra (kitab suci) Budhisme maupun Taoisme. Pada saat itu aku tidak mengetahui perbedaan diantara keduanya.


Semenjak pengalaman perjalanan astral ini, aku merindukan untuk mengalaminya lagi, meskipun hanya untuk 10 menit saja.




Flying Carpet of the East (episode 2)

2. Dunia Roh benar benar ada




Masih di dalam kuil Yu-huang Kung, wanita berjubah hijau itu mengisahkan sebuah cerita kepadaku :

Di jalan Chung-Shan di kota Hua-lien ada seorang bernama Li Tian-Zu. Pekerjaannya mengukir arca arca pesanan kuil kuil, mengecat naga nagaan yang biasa berada di atas wuwungan kuil, mengapur tembok kuil, dan lain lain yang berhubungan dengan kuil. Pekerjaan pekerjaan ini dilakukannya meskipun ia tidak mempercayai adanya dunia roh. Pada suatu hari dia mendapat suatu panggilan tugas di kuil Yao Che Cing Mu di kota Hua-lian (catatan: Yao Che Cing Mu di kenal dan dipuja sebagai Maha Dewa Tao. Di dalam Taoisme, beliau sering di sebut sebagai penguasa langit barat) Setelah ia menyelesaikan tugasnya, ia berjalan jalan di dalam kuil dan tertarik untuk menghampiri arca Yao Che Cing Mu. Tanpa sesuatu alasan, ia merangkapkan kedua tangannya dan menundukkan kepalanya dalam dalam seperti bersujud. Masih di dalam keadaan bersujud, ia mendapatkan dirinya tidak dapat bangun kembali. Kepalanya tidak dapat di gerakkan!

Rasanya berat seperti ratusan kilogram. Merasa panik, ia berteriak keras. Para pendeta kuil dengan tergesa gesa menghampirinya. Ketika mereka telah mengamati apa yang terjadi mereka pun dengan segera berlutut dan memohon bimbingan dari Yao Che Cing Mu. Wanita berjubah hijau, yang mengisahkan cerita ini kepadaku, juga berada disana pada saat itu, dan ia juga berdoa dengan hormat.



Yao Che Cing Mu berkata kepada wanita berjubah hijau ini, "Orang ini tidak percaya akan adanya diriku, tetapi ia berjodoh denganku. Aku hanya ingin memberitahukannya bahwa dewa dewa betul betul ada di alam semesta ini. Suruh dia bersujud kepadaku sebanyak 12 kali. Setelah itu aku akan mengijinkannya untuk berdiri."



Li Tian-zu dengan taat bersujud sebanyak 12 kali. Setelah itu ia dapatkan ia dapat mengangkat kepalanya. "Astaga!" teriaknya, "Ternyata betul betul ada yang namanya dewa dewa!"

Sejak saat itu ia menjadi percaya tentang adanya dewa dewa. Setiap kali ada kesempatan, ia menceritakan pengalamannya itu kepada orang lain.



Wanita berjubah hijau itu adalah seorang yang memuja dan berlindung kepada Yao Che Cing Mu. Ia mempunyai kemampuan kemampuan gaib yang luar biasa. Bila anda mengundangnya untuk suatu upacara sembahyang untuk leluhur, ia dapat memberitahu siapa leluhur leluhur anda, kapan mereka meninggal, bagaimana bentuk rupa mereka, dan apa yang leluhur anda ingin katakan kepada anda sekarang. Ramalan ramalannya sangat tepat. Bagaimana seseorang yang bukan famili sama sekali dapat mengetahui hal hal tentang leluhur leluhur anda, apalagi bila leluhur leluhur anda itu meninggal sebelum anda lahir ?

Banyak sekali pengalaman aneh dan gaib di dalam hidupnya. Mereka yang tidak percaya sekalipun tidak dapat menyangkal peristiwa peristiwa gaib yang di alami oleh wanita berjubah hijau itu sewaktu mereka menyaksikan sendiri sebagian dari peristiwa peristiwa itu dengan mata kepala sendiri. Ngomong ngomong, banyak hal hal aneh juga terus terjadi kepada diriku....



Rabu, 24 Desember 2014

Flying Carpet Of The East (Episode 1)

1. Awal pengalaman yang unik dan gaib


Pada suatu malam, di tahun 1969, aku bermimpi mendaki sebuah gunung yang tinggi. Di puncak gunung berdiri sebuah kuil kuno. Aku berjalan masuk tanpa merasa ragu ragu seakan akan aku sedang pulang ke rumahku sendiri.


Di dalam kuil banyak terdapat arca dewa dewa. Diantara arca arca itu, ada yang berwajah ramah dan welas asih; ada yang terlihat angker; ada juga yang terkesan agung dan berwibawa. Aku berjingkat jingkat masuk ke ruang utama kuil itu; disana sudah berdiri seorang yang sangat tua mengenakan jubah pendeta. Ia merangkapkan kedua tangannya di depan dada memberi salam dan berkata, "Aku telah lama menunggu kedatanganmu."

"Maaf, bapak dan saya tidak saling mengenal. Jadi bagaimana dapat di katakan ada suatu janji pertemuan ?" Jawabku.

"Bagaimana tidak kenal ? Kita berdua telah mengalami tiga agama bersama sama dan sudah menjelajahi empat lautan bersama sama. Kita bertemu setiap 500 tahun. Meskipun engkau terjatuh ke dalam neraka yang paling dalam sekalipun dan menjadi seorang setan jahat, aku akan tetap mengenalimu."

"Apa maksud bapak ?", tanyaku.

"Engkau tidak akan mengerti kalau tidak di pukul," kata pendeta itu. Ia mengangkat kebutannya dan mencambuk kepalaku. Merasa kaget, aq terbangun dari mimpiku itu.


Aku termasuk orang yang jarang bermimpi. Dari semua mimpi mimpiku, mimpi ini merupakan yang pertama yang aku dapat ingat dengan jelas sewaktu aku telah terbangun. Pagi itu adalah hari Minggu, dan ibuku memintaku menemaninya ke kuil. Jadi meskipun aku seorang Kristen aku memutuskan untuk menemaninya ke kuil di dekat rumahku. Aku pergi ke kuil bukan untuk membakar hio atau untuk berlutut di depan arca arca dewa tetapi seperti seorang turis yang mengunjungi tempat wisata. Didalam hati aku menertawakan orang orang yang berlutut di depan arca arca dewa, apalagi bila orang orang itu berpakaian sangat perlente. Sangat lucu bagiku melihat mereka bersembah sujud di depan arca arca dengan muka yang begitu serius.


Kuil yang kudatangi itu tidak begitu besar. Namanya adalah Yu-huang-kung (kuil Maha Dewa Giok Hong Ta Ti). Yang mengurus kuil itu adalah seorang pendeta yang bernama Shih Hui-ling. Hampir semua arca arca dewa di kuil itu asing bagiku. Ternyata di hari itu di selenggarakan suatu perayaan. Kuil itu begitu penuh dengan orang orang yang berdesak desakan. Karena ruangannya sangat penuh dengan asap hio, aku keluar ke lorong di samping kuil untuk menghindari asap.

Dari tempat aku berdiri aku memandang ke dalam kuil dan melihat bahwa di antara keramaian ada seorang wanita berbaju hijau. Kelihatannya ia telah mencapai usia lebih dari 50tahun. Ia berlutut di depan arca arca itu dan sepertinya sedang bercakap cakap dengan arca arca itu. Banyak orang yang mengelilinginya. Ia sedang menjawab pertanyaan mereka. Tiba tiba wanita itu berdiri dan berteriak, "Siapakah yang bernama Lu Sheng-Yen ? Siapa di antara kalian yang bernama Lu Sheng-Yen ?" Aku mendengar ia memanggil manggil namaku, meskipun aku berdiri di luar kuil.


Ibuku juga mendengar teriakan itu. Ia maju ke depan dan bertanya, "Mengapa anda mencari Lu Sheng-Yen ?"


"Bukan aku yang mencarinya," jawab wanita berjubah hijau itu.

"Cepat bawa dia kemari. Para dewa ingin menyampaikan sesuatu."

Aku masuk ke dalam dan berdiri di hadapannya. Wanita itu berwajah buruk. Satu matanya melihat keatas dan satunya lagi melihat kebawah. Mulutnya miring. Orang orang di sekelilingnya menjelaskan bahwa konon satu matanya itu melihat ke surga dan satunya melihat ke neraka.


"Apakah engkau Lu Sheng-Yen?",tanya wanita itu.

"Betul. Mengapa anda memanggil saya?"

Tanpa menjawab, ia berlutut lagi dihadapan arca dan mulai bergumam dengan suara kecil tak terdengar. Kemudian ia menoleh kepadaku, "Engkau seorang Kristen,bukan ?"

"Betul," jawabku.

"Engkau lulusan unversitas?"

"Betul".

"Apakah engkau mengerti mimpi yang kau alami tadi pagi ?"

Aku tercengang! Bagaimana ia bisa tahu tentang mimpiku itu ? Aku tidak memberitahu siapapun juga, bahkan ibuku sendiri. Betapa misteriusnya hal ini ! Wanita itu terus mengajukan pertanyaan kepadaku, dan semua jawabanku adalah "Ya" dan "Betul". Semua yang dikatakannya betul adanya.

Akhirnya wanita itu berkata, "Para Boddhisatva menginginkan engkau menjadi wakil mereka dengan cara mengulas Dharma, membantu melenyapkan kebingungan, menguatkan nilai nilai kebajikan, dan melenyapkan kejahatan. Sekarang engkau mempunyai sebuah tanggung jawab yang besar. Para Boddhisatva memilih engkau untuk menyebarkan Dharma."


"Saya? Saya tidak tahu apa apa!" Jawabku

"Memang sekarang engkau tidak mengetahui apa apa, tetapi bila engkau berlutut di sampingku, maka banyak hal akan di bukakan kepadamu. Mari, berlutut dan rapatkan kedua tanganmu," kata wanita berjubah hijau itu.


Aku meniru gerak geriknya dan berlutut. Orang orang berkerumun mengelilingi, termasuk ibuku dan biksu yang mengurus kuil.
Begitu aku memejamkan mataku sesuatu yang gaib terjadi. Aku melihat seberkas sinar muncul di hadapanku dan didalam sinar itu muncul tiga Boddhisatva, yang masing masing duduk di sebuah bunga teratai. Badan mereka memancarkan tujuh macam warna yang berkemilauan. Aku bertanya kepada diriku sendiri apakah aku sedang bermimpi, daan aku dapatkan bahwa aku sama sekali tidak bermimpi ! Aku betul betul melihatnya dengan kedua mataku sendiri di tengah hari bolong !

Sang Boddhisatva yang di tengah berkata, "Pelajarilah ajaran Buddha dengan sepenuh hati."

Yang satunya lagi berkata, "Dengan sepenuh hati jalankan kebajikan."
Kemudian mereka sirna, dan muncullah dari langit kain merah raksasa yang bersinar. Di kain itu tertulis dua kata yang bersinar keemasan : Setia dan Adil.


Aku mendengar sebuah suara berkata : "Hari ini Maha Dewa menganugrahkanmu dua buah kata : Setia dan Adil. Dua kata ini akan menjadi prinsip dasar hidupmu dalam kehidupan kali ini. Untuk mengetahui apa yang engkau seharusnya lakukan dan tidak lakukan, tanyalah hati nuranimu terlebih dahulu. Asal hati nuranimu di dalam segala hal tentram dengan langit dan bumi sebagai saksi, Tao yang sesungguhnya berada di mana mana akan terbuka bagimu."


"Apakah engkau sudah melihatnya?" Tanya wanita berjubah hijau itu.

"Ya, bukan cuma melihat tetapi saya juga mendengar. Tetapi bagaimana ini mungkin ?" tanyaku

"Banyak hal hal yang sulit dipercaya. Hari ini engkau baru mengalami sedikit saja. Sedikit sedikit engkau akan mengerti lebih banyak. Engkau akan melihat, mendengar, dan merasakan hal hal yang orang pada umumnya tidak alami. Perlahan lahan para dewa akan mengajarmu."

Aku masih sukar mempercayai apa yang aku baru saja alami, tetapi karena begitu nyatanya yang aku alami --- mau tidak mau aku jadi percaya.

Minggu, 14 Desember 2014

Orang Terkaya di Dunia

Saya menekuni ajaran Tantra, julukan Tantra keberhasilan saya adalah Vajra Mahaberkah, nama Buddha keberhasilan saya adalah Padma Prabha Svara Buddha, berdasarkan nama Dharma, dijuluki Dharmaraja Liansheng.
Banyak orang tahu saya bernama Sheng-yen Lu, semua orang juga tahu saya pernah membimbing banyak orang mendapatkan berkah besar.

Ada seorang bernama Zhou Heng, nasib berliku, peruntungan sangat buruk, usaha apapun yang digelutinya selalu gagal, hampir semua harta keluarga sudah dihabiskan.
Nasib Zhou Heng ini benar-benar sial, mirip Jiang Ziya zaman dulu.
Masa kelaparan, ia menjual sendok nasi.
Saat kemarau, ia menjual payung.
Pokoknnya, nasib Zhou Heng sangat jelek.

Nasib orang ini tidak baik, namun, malah memuja sebuah rupang Bodhisattva Ksitigarbha, rupa Bodhisattva sangat agung, orang ini setiap hari mempersembahkan secangkir air bersih, menyalakan dupa dan lilin, memberikan penghormatan kepada Bodhisattva Ksitigarbha.

Zhou Heng percaya, di dalam Sutra Purva Pranidhana Bodhisattva Ksitigarbha mengatakan:
“Di dalam kehidupan yang akan datang, jika ada pria dan wanita berbudi, bertemu wujud Buddha, wujud Bodhisattva, wujud Buddha Pratyeka, wujud Cakravartin, berdana dan memberikan persembahan, maka mendapatkan berkah yang tak terhingga, senantiasa berada di alam manusia dan surga, mendapatkan sukha yang tak terhingga, jika dapat melimpahkan jasa ke alam Dharma, merupakan berkah dan keuntungan bagi umat manusia yang tiada tara.”

Zhou Heng berpikir, “Berkah tak terhingga.” Ini bagus sekali.
Ia mengira Buddha Sakyamuni tidak akan membohonginya.
Pernah ada orang berpikir membeli rupang Bodhisattva Ksitigarbha yang sangat agung ini dengan harga tinggi, namun, Zhou Heng tidak menjualnya.

Suatu hari, Zhou Heng berdoa, “Semoga Bodhisattva berwelas asih, memberkati siswa, membebaskan siswa dari kemiskinan, jika dapat menyingkirkan kemiskinan, saya tidak akan lupa mencetak Sutra Ksitigarbha dan membagi-bagikan kepada orang-orang...”

Malamnya, Zhou Heng bermimpi seseorang di tengah angkasa menulis beberapa kata, “Lekas cari Vajra Mahaberkah.”
Namun, ia tidak pernah tahu siapa Vajra Mahaberkah?
Zhou Heng setiap hari menjapa gatha:
Saya mengamati kekuatan gaib Ksitigarbha, tidak habis diceritakan selama berkalpa pasir Sungai Gangga.
Melihat-mendengar-sembah sujud dalam satu pikiran, memberikan manfaat kepada manusia dan dewa dalam masalah yang tak terhingga.

…….

Karena saya telah membangkitkan hati Mahakaruna, lebih dulu sembah sujud pada wujud Mahasattva.
Semua doa segera terkabul, selamanya tidak ada rintangan karma yang dapat menghalangi.

……

Zhou Heng sembah sekali sujud sekali, air mata berderai…

***

Hingga suatu hari, ada seorang teman, menghadiahi Zhou Heng sebuah buku, pengarang buku ini adalah Sheng-yen Lu, di dalam halaman buku tertulis Vajra Mahaberkah Sheng-yen Lu, begitu melihatnya, matanya terbelalak, bukankah ini orangnya?

Ia mencari saya menurut alamat di dalam buku, saat itu, saya sedang sibuk membantu orang-orang melakukan ramalan dewata, sesekali saya mengangkat kepala, melihat Zhou Heng berbaris di antara kerumuman.

Saya berkata, “Teman ini, maju lebih dulu!”

Zhou Heng berjalan ke hadapan saya, merasa keheranan, mengapa saya lebih dulu memanggilnya.
Saya berkata pada Zhou Heng, “Teman, di belakang tubuh Anda, berdiri sesosok Bodhisattva Ksitigarbha yang tinggi dan agung, entah mengapa Bodhisattva ini berderai air mata?”

Zhou Heng terkejut sekali begitu mendengar, langsung berlutut, “Mahaguru Lu! Anda benar-benar sakti, di rumah saya memang memuja Bodhisattva Ksitigarbha, karena beberapa hari ini, ada orang menaksir Bodhisattva saya ini, saya tengah mempertimbangkan apakah pratima Bodhisattva dijual saja, mungkin karena itulah Bodhisattva berderai air mata!”

Begitu kerumuman mendengar, semua terperanjat.
Zhou Heng berkata, “Karena Bodhisattva berderai air mata, maka tidak dijual!”

Zhou Heng bertanya pada saya, “Apakah Bodhisattva memberitahu Anda sesuatu?”

“Ada.”

“Apa?”

“Singkirkan ke-12 setan kemiskinan di belakang tubuh Anda!” Saya terbahak.

Zhou Heng tertawa, juga sangat canggung, “Saya hampir tidak punya apa-apa lagi, di belakang tubuh masih dihela oleh 12 setan kemiskinan, bagaimana bangkit dari keterpurukan, bagaimana menyingkirkan ke-12 setan kemiskinan ini?”

Saya mengeluarkan 12 lembar orang-orangan kertas.
Mengajarkannya memilih Hari Menyingkirkan (Chu Ri) di atas pukul 1 siang.
Di belakang rumah, ke-12 orang-orangan kertas diantar (dibakar) bersama kertas sembahyang.
Saya mengajari Zhou Heng menjapa sebuah mantra Tantra, “Om. Zhen Ba La. Cha Leng Cha Na Ye. Suoha.”

Ini adalah mantra dari salah satu Catur-maha-rajika-dewa, Vaisravana di utara, Tantra Tibet menyebutnya Jambhala Kuning.

Saya diam-diam menitahkan, “Delapan kelompok setan, Gandharva, Pisaca, Kumbhanda, Preta, Para Naga, Putana, Yaksa, Raksasa.” Bantulah Zhou Heng!

Zhou Heng karena menjapa Mantra Vaisravana di utara, juga mendapatkan bantuan para setan, tadinya wajahnya penuh aura hitam (hawa gelap) langsung buyar, malah, di wajahnya muncul cahaya merah, cahaya merah ini adalah cahaya berkah.

Suatu hari, saya membawa Zhou Heng melihat lahan. Tiba di sebuah kaki gunung yang sangat gersang, di sini sangat sepi, penuh dengan semak belukar, di mana-mana adalah puing dan sampah yang dibuang warga dusun setempat, tempat yang sangat rusak, dan dilewati sebatang sungai kering.
Saya melihat lahan ini, diam-diam terkejut.

Dari luar adalah lahan yang gersang, namun diam-diam memancarkan cahaya merah.
Dilihat lagi:
Lahan ini diam-diam muncul gedung, pasar raya, ramai sekali, tempat berkumpul para pedagang, kelak setiap meter lahan sangat mahal, lahan yang sangat berharga.
Saya ramal sebentar, tidak lebih dari 2 tahun.

Saya berkata pada Zhou Heng, “Segera beli lahan ini!”

Zhou Heng mengeryitkan kening, “Ini adalah lahan sampah, lahan daerah aliran sungai, tidak ada yang mau?”

“Saya katakan beli ya beli.” Saya sangat bersikeras.

Zhou Heng menuruti kata-kata saya, membeli lahan daerah aliran sungai di kaki gunung yang gersang ini, lahan ini sangat murah, sama halnya tidak ada orang yang mau beli, pemilik tanah menjual setengah harga, pokoknya, Zhou Heng beli sepotong lahan sampah, lahan daerah aliran sungai, lahan terbuang, penuh dengan semak dan bebatuan.

Teman Zhou Heng tahu, menertawainya, “Zhou Heng gila!”

“Zhou Heng tidak waras!”

“Lahan yang dibeli Zhou Heng, bahkan burung pun tidak bertelur! Haha!”

Tidak ada orang yang tidak menertawainya, bahkan kerabatnya pun menyalahkannya karena mempercayai saya.

Saya menghibur Zhou Heng, “Lahan ada bentuk naga, jangan meremehkan!”

Zhou Heng murung, “Saya melihat di antara semak belukar ada kadal! Mana ada naga!”

***

Sekitar satu setengah tahun kemudian, ada perusahaan konstruksi besar, merencanakan sebuah “Perencanaan Pembangunan Kota”, dengan kata lain, merencanakan sebuah kota super besar, yang dilengkapi pemukiman mewah, hypermarket, tempat hiburan, taman kota, pusat perbelanjaan, mal, dan lain-lain.


Lahan yang ditaksir oleh perusahaan konstruksi, justru adalah lahan Zhou Heng, sedikit pun tidak salah, yakni lahan Zhou Heng yang bahkan burung pun tidak bertelur.

Zhou Heng menjual sebagian besar lahan kepada perusahaan konstruksi, dirinya telah untung banyak, bahkan mempertahankan beberapa unit toko di pusat perbelanjaan untuk dimilikinya sendiri. Selain itu, Zhou Heng sendiri juga membangun villa, villa baru saja terjual, langsung terjual habis. Zhou Heng membangun gedung besar di lahan sendiri.

Tadinya sebidang lahan gersang, terbengkalai, sampah, daerah aliran sungai, tak sampai beberapa tahun, berubah menjadi gedung besar, banyak villa berdiri tegak, lingkungan sangat indah, pusat perbelanjaan barang bermerek, ramai sekali, ada hypermarket, taman kota tempat bersantai ria, mal-mal menjulang tinggi, menjadi lahan subur yang ramai dikunjungi orang.

Yang dulu menertawai Zhou Heng, sekarang terkejut sekali, tidak berani percaya.
Siapapun yang memiliki satu unit toko di pusat perbelanjaan tersebut, hampir menjadi milyader, sekarang Zhou Heng memiliki sederetan toko yang disewakan!

Belakangan, Zhou Heng berpartisipasi dalam:
Usaha konstruksi.
Usaha mal.
Usaha tembikar dan porselin.
Usaha finansial. …
Zhou Heng kaya raya.

***

Setelah Zhou Heng kaya raya, ia tak lupa dengan janjinya, ia tidak hanya mencetak Sutra Purva Pranidhana Bodhisattva Ksitigarbha saja, juga mencetak Sutra Dasacakra Ksitigarbha dan Sutra Ramalan Karma Baik dan Buruk Bodhisattva Ksitigarbha, ketiga Sutra ini adalah Sutra Ksitigarbha.
Zhou Heng berjodoh dengan Sekte Sukhavati, di dalam rumah dibangun cetiya menjapa nama Buddha, memuja rupang Trini Arya dan rupang Bodhisattva Ksitigarbha, di bawahnya memuja Catur-maha-rajika-dewa sebagai Dharmapala.

Ia sendiri menjapa nama Buddha dan menekuni Sekte Sukhavati.
Zhou Heng mengundang saya menginisiasi (kaiguang) cetiya, Zhou Heng berharap saya menulis sebuah gatha pelimpahan jasa untuknya, saya memberikannya sebuah gatha dari Sesepuh Ke-9 Sekte Sukhavati, Master Ou Yi:
Mengorbankan diri untuk kehidupan makhluk lain, terlahir di hadapan Buddha.
Memuja Amitabha, Para Buddha dalam segala hal.
Memperoleh vyakarana secara langsung, dilimpahkan lagi kepada insan.
Para insan yang tersesat, bersama kembali ke garbha rahasia.
Zhou Heng kegirangan sekali membaca gatha ini.
Zhou Heng mencetak 3 jenis Sutra Ksitigarbha, tidak hanya sekali saja, bahkan setiap tahun mencetak, ia memberikan kepada teman-temannya sebagai hadiah, yaitu satu paket yang terdiri dari 3 jenis Sutra.

Ia tahu:
Master Hong Yi sendiri juga memanjatkan Sutra Ksitigarbha.
Master Lianchi, mengutip prakata dari Sutra Purva Pranidhana Ksitigarbha untuk disebarluaskan.
Master Ou Yi, sepanjang hidup mengabdi pada Bodhisattva Ksitigarbha, memuji dan membabarkan kekuatan manfaatnya, lama bermukim di Gunung Jiuhua, menjuluki diri sendiri sebagai petapa Ksitigarbha.
Master Yin Guang, mencetak dan membagi-bagikan Sutra Ksitigarbha puluhan ribu kitab, berusaha sekuat tenaga membabarkan dan menyebarluaskan Sutra Ksitigarbha.

Dharmaraja Liansheng Sheng-yen Lu, mencetak dan membagi-bagikan Sutra Ksitigarbha, saat bersamaan, 3 yidamnya adalah: Mahadewi Yaochi, Buddha Amitabha, dan Bodhisattva Ksitigarbha.
Pribadi Zhou Heng sangat menjunjung tinggi persaudaraan. Ia selalu sangat bersyukur atas sebab dan kondisi ia kaya raya, sangat menaruh hormat pada saya, walaupun ia sendiri kaya, namun, itu karena jodoh yang luar biasa terhimpun, bukan kebetulan, namun, juga perlu petunjuk dari orang.

Suatu kali.
Zhou Heng mengundang makan kepala departemen, juga mengundang saya, saya tidak tahu ia mengundang berapa orang tamu agung, pakaian saya sangat sederhana.

Begitu saya tiba, terkejut sekali, karena begitu banyak orang memandang saya.
Zhou Heng turun tangan menyambut saya, mempersilahkan saya duduk di kursi utama, ia sendiri duduk di samping saya.
Saya melambaikan tangan menolak keras.
Zhou Heng bersikeras.
Akhirnya, apa boleh buat, saya pun duduk dengan wajah bersemu merah.

Zhou Heng memperkenalkan saya pada mereka, “Beliau adalah orang yang sangat berjasa pada saya, Mahaguru saya, membebaskan saya dari kemiskinan, Beliau adalah Dharmaraja Liansheng Sheng-yen Lu.”
Awalnya, saya duduk di kursi utama, orang-orang keheranan, tidak tahu siapa saya, begitu mendengar perkenalan dari Zhou Heng, semua baru paham.

Ada beberapa kepala departemen berkata, “Kami semua membaca buku Anda, Anda adalah Sheng-yen Lu yang sudah lama terkenal, kami kenal, kami kenal!”

Zhou Heng menambahkan, “Mahaguru Lu adalah Vajra Mahaberkah!”

“Ah! Vajra Mahaberkah! Senang bertemu Anda! Senang bertemu Anda!”

Mereka bersulang untuk Vajra Mahaberkah.

Suatu kali lagi.
Saya makan di sebuah restoran, hanya saya dan keluarga saja. Zhou Heng di ruang VIP melihat saya dan keluarga, mengangguk pada saya dan melambaikan tangan memberikan salam, ia melihat keluarga saya juga hadir, sehingga tidak menghampiri.

Saya mau memesan makanan.
Pelayan berkata pada saya, “Zhou Heng sudah berpesan untuk menghidangkan semeja masakan terbaik, beliau telah lunasi.”
Saya dan keluarga makan dengan lahap!

Saat saya beranjak, pelayan berkata pada saya, “Zhou Heng berpesan, asalkan Mahaguru Lu datang restoran untuk makan, jangan ditagih, semua masuk ke dalam bon Zhou Heng.”

“Mana boleh begitu!” Saya terkejut, “Mana orang mentraktir dengan cara seperti itu!”

“Mahaguru Lu, tenang saja, restoran ini dibuka oleh Zhou Heng.”

Begitu saya dengar, membisu.
Namun, sejak itu saya tidak berani makan di restoran ini lagi, saya menolak halus dan menghaturkan terima kasih atas niat baik Zhou Heng.

Suatu hari, Zhou Heng mengutus satu unit rumah mobilnya untuk menjemput saya ke rumahnya, duduk di ruang tamu istana rumahnya.
Zhou Heng turun dari lantai atas lewat tangga melingkar, melayani saya dengan sangat ramah, namun, tidak menjelaskan alasan mengundang kedatangan saya, saya tidak tahan lagi dan bertanya, “Ada masalahkah?”

“Tidak ada.” Ia menjawab.

“Apakah ada masalah yang sulit dipecahkan?” Saya bertanya lagi.

“Benar-benar tidak ada.”

Zhou Heng dari ruang bacanya, mengeluarkan sebuah kado yang dibungkus dengan kertas kado dan berkata, “Sudah lama sekali tidak bertemu Mahaguru Lu, khusus memberikan sebuah kado, sepulang nanti baru dibuka!”

Kado berbentuk kubus, seperti buku, kira-kira setebal 8 buku tebal, saya menerima dengan senang hati. Begitu saya terima dengan tangan, langsung merasakan bukan buku.
Saya berkata, “Bukan buku.”

Zhou Heng berkata, “Mahaguru Lu! Hebat sekali! Memang bukan buku, namun, Anda tidak perlu melihat dengan mata batin apa isi kado tersebut, sepulang nanti baru dibuka.”

Setelah saya pulang, buka, ternyata uang, bertumpuk uang tunai.
Saya memutuskan mengembalikan uang tersebut, namun, ia bersikeras harus diterima.

Akhirnya, saya menyumbangkan sebungkus uang ini untuk menolong korban bencana atas namanya.
Kemudian, saya pergi ke Seattle, Amerika Serikat, suatu tahun, turun salju lebat, seorang tukang pos, sambil mengijak salju putih yang berkilau, mengantarkan sebuah bungkusan besar, begitu dilihat, dikirim oleh Zhou Heng.

Isinya adalah sepotong mantel pendek yang terbuat dari bulu domba, berkualitas nomor satu. Di dalam ada selembar memo, “Mahaguru, di televisi tampak Seattle, Amerika Serikat turun badai salju, saya tahu bahwa di tempat Anda sangat dingin, di mal, saya beli sepotong mantel untuk Anda, semoga cocok dan Anda suka.”

Mantel pendek tersebut, pas di badan, sangat hangat, saya terus pakai hingga sekarang.
Inilah Zhou Heng.

***

Saya bantu orang meninjau lahan, pernah membuat banyak orang menjadi konglomerat, semua adalah pengusaha besar, Zhou Heng hanya salah satunya, kabar angin yang beredar di luar, saya adalah seorang Vajra Mahaberkah sejati.

Di Amerika, saya membantu orang meninjau lahan, kejadiannya sudah lama.
Orang yang meminta saya meninjau lahan, setelah membeli lahan, semua menjadi kaya raya. Seattle Ling Shen Ching Tze Temple adalah salah satu lahan yang saya tinjau.

Seattle Ling Shen Ching Tze Temple adalah Ling Shen Ching Tze Temple terkecil di dunia.
Namun, konstruksi lahan adalah liang kemujuran “rahim”, menghadap Danau Sammamish.
Di belakang ada sandaran.
Di kedua sisi ada rangkulan.
Di depan ada pancaran.
Di tengah pancaran ada gelembung.

Begitu Ling Shen Ching Tze Temple yang kecil ini dibangun, Vihara Vajragarbha (Lei Zang Si) besar di seluruh dunia pun berdiri, mengajak siswa Zhenfo Zong di seluruh dunia mencapai 4 juta orang, Sadhana Tantra Zhenfo tersebar sepanjang masa, ini adalah sumber energi bumi yang mulia.

Di bagian atas Seattle Ling Shen Ching Tze Temple, tidak sampai 200 meter, ada sebidang lahan, satu urat naga dengan Ling Shen Ching Tze Temple.
Tahun itu, saya melewati lahan tersebut, terperanjat, “Geomansi besar! Geomansi besar! Geomansi terbesar di kolong langit! Bukan geomansi biasa!”

Orang-orang kebingungan.

Karena lahan tersebut hanya sebidang hutan dan lereng, rimbun, tidak ada apapun, tidak terlihat ada bagian yang istimewa.
Namun, saya dapat melihat, sehampar besar sinar merah mengapung di atas tanah tersebut, diam-diam, energi naga yang super kental, di dalam sinar merah ada energi ungu.

Saya berteriak, “Geomansi besar! Geomansi besar! Cepat beli!”

Namun, tahun itu, orang yang ikut saya, walaupun tahu itu geomansi besar, namun, tidak ada orang yang memiliki kemampuan finansial untuk membeli lahan tersebut.
Pada saat bersamaan, kita semua juga beranggapan, walaupun geomansi besar, namun, terlalu jauh dari kota, juga bukan kawasan niaga, juga tidak cocok dibangun perumahan, tidak tahu digunakan untuk apa? 
Dibeli lalu ditelantarkan juga tidak baik!

Saya tidak berkomentar!

Belakangan, tahukah Anda? Sebidang lahan yang memiliki geomansi besar itu, dibangun perusahaan terbesar di dunia, yaitu markas besar Microsoft, menghasilkan orang terkaya di dunia, yaitu Bill Gates.
Bill Gates mendapatkan geomansi terbesar di dunia, dan menjadi orang terkaya di dunia, sakti, tidak! Beliau adalah orang terkaya di dunia.

Markas besar Microsoft milik Bill Gates tepat bertetanggaan dengan Seattle Ling Shen Ching Tze Temple, di atas adalah Microsoft, di bawah adalah Ling Shen Ching Tze Temple, bisa ditempuh dengan jalan kaki, hanya beberapa menit saja.

Kesaktian saya meninjau lahan sangat mengejutkan!
Saya adalah Vajra Mahaberkah di dunia.