Senin, 14 Juli 2014

Tiba-tiba Ingin Melihat

               Sewaktu di masa muda yg penuh semangat , saya sempat punya beberapa teman wanita. Hubungan saya dengan mereka, ada yg sangat dekat, ada pula yg biasa-biasa saja. Pokoknya semuanya telah berlalu.

                Suatu hari, tiba-tiba terlintas keinginan saya ingin melihat keadaan mereka sekarang seperti apa?  Antara lain yang bernama Chun-chun, Jin-jin, Xiu-xiu, Yun-yun, dan sebagainya.
Saya berpikir, mengapa tidak saya gunakan abhijna yg saya dapati dari bhavana utk melihat keadaan Chun-chun ?

               
                 Teringat di masa usia masih belia
                Saya suka obrol dan engkau suka canda
                Main lompat tali mengundang tawa ria
                Perasaan di hati aneh terasa

                Chun-chun , kulit wajah nya putih kemerah merahan spt apel, rambut lurus berderai, berpakaian putih dengan gaun hitam, matanya besar, tampak anggun. Saya tidak habis pikir, mengapa saya suka padanya ?
                Saya ingat dia lebih muda dua tahun dari saya.
                Tahun ini saya berusia 64 tahun, dia mestinya sdh berusia 62 tahun.

*       *       *


                Saya bersamadhi. Yang pertama terlihat oleh saya bkn Chun-chun, justru suaminya.
Suaminya berkumis kecil, wajahnya serasa pernah kenal, mirip wajah yg sering tampil di layar TV. Ternyata Chu-chun menikah dengan seorang anggota DPR. Anggota DPR  ini boleh di bilang tokoh terkemuka. Kalau begitu Chun-chun adalah istri seorang anggota DPR.



                Kemudian saya melihat Chun-chun yg berusia 60-an, berwajah besar dan bulat, terkesan membengkak, agak mirip dgn Walikota Kaohsiung, Chen Ju, terutama rambut dan badannya.
Chun-chun masih agak lumayan daripada Chen Ju, sebab panca indranya masih serasi, tidak seperti Chen Ju, wajahnya kurang proporsional.


                Saya melihat pula bahwa Chun-chun menjual sebidang tanah senilai 8 milyar.  Saya sempat tereranjat, ternyata Chun-chun begitu kaya.
Ia menikah dengan seorang anggota DPR, dan kini status sosialnya seorang konglomerat, punya harta dan tahta. Saya turut bersyukur  atas keberhasilannya.

*        *        *


                Saya hendak melihat nuansa bhavana  batin Chun-chun.
                Ternyata nihil sama sekali.
                Saya menjadi kecewa.


                Sebab ia nyaris menghabiskan waktu kehidupannya di pergaulan kalangan istri para pemuka, nilai di sisi bhavana adalah NOL besar.
Saya hanya bisa berseru padanya dalam samadhi, “Chun-chun, ingatlah mengolah kesucian batin ! Kalau tidak, sudah tidak keburu lagi !”
                Saya tidak tahu apakah ia bisa sadar, semoga ia secepatnya sadar.
                Tokoh itu sebuah ilusi, harta itu sebuah ilusi, semua hal adalah ‘apraptih’.
                Ia sdh berusia 60-an, kapankah terjaga dari mimpinya?
                “Chun-chun, sudah saatnya mengolah kesucian batin !”



-end-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar