Selasa, 15 Juli 2014

Beban Pikiran Pak Tua Itu (Bagian 9)

Itu Adalah Sebuah Wajah Yang Aneh



                Masih ingatkah dengan pasien wanita itu ? Ia adalah seorang wanita yang imut. Sedikit siluet wajahnya yg pucat itu tampak bersih dan cantik, matanya bagai sedang bermimpi,hidung dan mulutnya sangat imut, kombinasi ini juga merupakan kecantikan yg lain.

                Mata yg bagai sedang bermimpi, kerap di sipitkan, juga ada hati yg bagai berbelit-belit. Pada suatu kali, perawat sdh keluar, ruang pemeriksaan hanya tinggal aku sendiri dan si pasien, ia dgn cepat mengecup bibir Chen Ping.

                Kemudian ia berkata,”Sudah lupa. Besok.”
                Chen Ping masih belum lupa, aku slalu ingat, wanita yg bagai sedang bermimpi itu , ada mata yg bagai sedang bermimpi, wajah yg bagai sedang bermimpi,  tubuh yg bagai sedang bermimpi. Manusia adalah benda semacam itu, asalkan satu kesempatan, maka saling menggerayangi, mencari kerisauan sendiri.
                Chen Ping tahu, “Aku adalah dokter, ia adalah pasien. Begitulah posisinya.”
                Namun, kadang-kadang, pasien membabarkan keinginannya, yg diandalkan adalah pesona nya, yg di maksud dgn saling mencintai tak lain tak bukan adalah rembulan dalam air, hanya merupakan tuntutan batin. Jumlah tempo pemeriksaan pasien wanita jadi meningkat.

                Tanda-tanda semacam ini melebihi logika dan kata-kata, tidak perlu di bicarakan lagi, asalkan aku dan dia saling berpandangan mata,maka bergelut jadi satu, mata yg bagai sedang bermimpi itu membingungkan Chen Ping sampai hati tidak menentu.


                Pada suatu hari, ia menyisipkan memo kepadaku, di atasnya tercantum waktu dan lokasi.
Aku pergi.
                Perkembangan selanjutnya adalah kehilangan ego, aku telah kehilangan diriku, ia telah kehilangan dirinya, kehilangan ruang dan waktu, sehingga kehilangan  kata-kata, hanya bergumam, seharusnya merupakan melodi yg sangat indah pula, tidak ada perbedaan antara dokter dan pasien,tidak ada perbedaan antara tamu dan tuan rumah, api berahi ini menjalar sangat cepat, membakar dua insan menjadi satu insan.

                Hubungan apakah ini ? Yakni hubungan membingungkan, hubungan yg dibutuhkan, hubungan yg menyenangkan, hubungan yg disesalkan, hubungan yg terhina, hubungan yg tidak resmi, hubungan yg memalukan, hubungan yg mengasikkan, dan lain sebagainya.


                Pokoknya , siapapun tidak mengerti, takkan pernah ada satu hari pun mendadak tersadar bahwa semuanya ada di dalam mimpi, biarkanlah ia pergi !
Gadis yg bagai sedang bermimpi itu menyukai penampilan Chen Ping, juga menyukai sisi dalam Chen Ping, telebih-lebih daya ledakan ....

                Ia pingsan, lalu siuman lagi, kemudian pingsan lagi, lalu siuman lagi. Pingsan dan siuman berulang -ulang kali , ia mengatakan bahwa seumur hidupnya belum pernah begitu bebas lepas. Aku merajut sebidang jaring utk diriku sendiri, kemudian melemparkan diri sendiri dan wanita yg bagai sedang bermimpi  dalam jaring, bungkusan semakin lama semakin berlapis-lapis, semakin lama semakin padat, dua sosok insan seakan akan di tengah kegelapan, cahaya roh di dalam hati telah menghilang seluruhnya, diri sendiri yg tdk bisa menemukan cahaya, wanita yg tdk bisa menemukan cahaya.
                Aku dan dia jadi sekelumit kekacauan.
                Kami melakukan hal yg bernada lagipula tak terputuskan.
                Terakhir akhirnya putus. Sesungguhnya sempat terlanjur terjatuh ke dalamnya maka sulit sekali bangkit lagi. Sebenarnya aku sangat menyukainya, ia adalah sisi kecantikan yg lain, sangat perhatian, memahami pikiran org, serta tidak punya tuntutan yg kuat terhadap materi.
                Rumah , mobil , uang, semuanya ia miiki. Ia hanya jenuh, yang ia butuhkan adalah jatuh ke dalam lumpur bersamaku.  Namun, setelah aku kehilangan kemaluanku, hubungan kita pun telah putus. Aku sangat menderita ! Dan ia pun menghilang.

                Sekali menghilang, bertahun-tahun lamanya, (sejak menghilang) aku belum pernah bertemu dgn nya, ia pun belum pernah muncul di rumah sakit.

***



                Sejak kembali dari Amerika Serikat, aku teringat dgn wanita yg bagai sedang bermimpi itu. Aku bermimpi sebuah mimpi yg sangat aneh.
Chen Ping berjalan di hutan belantara, di sekeliling tidak ada satu org pun, langit pun mulai gelap, Chen Ping seorang diri sangat panik, di sekeliling tidak ada desa atau pemukiman. Chen Ping melihat sebidang hutan, ada cahaya lampu yg redup menerobos keluar dari tengah pepohonan, aku sangat gembira, yg penting ada manusianya.

                Di dalam hutan ada sebuah rumah berdinding batu bata yg sederhana, aku berlari ke sana, lalu mengetuk-ngetuk pintu. Pintu terbuka,  sesosok bayangan tubuh yg akrab terpantul di mataku, ternyata adalah wanita yg bagai sedang bermimpi. Ia mengenakan pakaian sederhana yg berwarna putih seluruhnya, lebih cantik dan mempesona, ia memakai riasan yg cerah, sepasang matanya juga bagai sedang mabuk.

                Ia berkata, “Bagus sekali kau datang, aku sedang mencarimu.”
                “Aku juga mau mencarimu,” aku melihatnya sangat gembira.
                Aku mengulurkan tangan hendak merangkul nya ke dalam pelukanku.
                Ia mundur selangkah, menciut.
                “Tidak, tubuhku dingin.”
                Aku maju, ingin mencumbu.
                “Tidak, aku tidak bisa.”
                Ia berkata dengan serius, “Memandang jodoh kita, aku mohon kau berjanji satu hal.”
                “Hal apa ?”
                “Kelak kau mesti menyeberangkan arwahku, tuntun aku naik ke alam surga, agar aku jangan menderita kesepian seorang diri di akhirat.”
                “Apa katamu, aku tidak mengerti.”
                “Kau adalah Chi Zhu-zi.”
                “Chi Zhu-zi?”
                “Benar, kau adalah Chi Zhu-zi. Kau memiliki tulang dewa. Kau harus naik gunung utk membina diri, setelah kau berhasil dalam pembinaan diri, janganlah kau melupakan aku. Ingatlah utk menyelamatkan aku !”


                “Baik, aku berjanji, tapi, sekarang !”
                “Apakah kau sungguh menyukaiku?” ia bertanya dengan suara rendah.
                “Aku sdh bertahun-tahun merindukanmu,” aku hanya bisa mengatakan demikian, ini pun memang benar.
                Aku terangsang dan tidak bisa menahan diri. Aku menggenggam pergelangan tangannya, menariknya ke dalam pelukan, ia meliuk-liuk mengelak, mendadak membalikkan badan, lalu wajahnya di tolehkan ke arahku.
                Aku menjerit keras.
                Aku telah mellihat sebuah wajah yg aneh, sangat menakutkan, wajah itu telah berubah bentuk, tujuh lubang terus mengalirkan darah, kulit wajah melekat di permukaan tengkorak, di bagian atasnya masih ada ulat yg sedang merayap.
                Ia menatapku sambil berkata,”Apakah kau sungguh menyukaiku ?”
                Aku tterkejut sampai terbangun.

.........................................

                Mimpi ini terus melekat erat dalam benakku. Aku merasa ada yg aneh dgn mimpiku, seakan-akan ada firasat yg tidak baik. Dari data-data lama yg ia berikan kepadaku dulu, aku menemukan sebuah dusun kecil di desa bagian selatan, inilah tempat di mana ia dilahirkan dan di besarkan.

                Ia mengatakan bahwa di samping dusun ada sebuah vihara, vihara ini adalah vihara Ma-zhu, dulu vihara ini sangat ramai, asap dupa mengepul-ngepul. Semasa kecil, ia tumbuh besar di tanah kosong di depan vihara. Aku memperhatikan vihara ini, tangga vihara ini, di atas kepingan batu yg patah dan cacat di penuhi oleh jamur, vihara ini pun tampaknya tidak punya tiang pancang lagi, cat minyak pratima dewi di pintu vihara juga telah banyak yg terkelupas.

                Rumah yg pernah di tinggalinya ada di belakang vihara. Ada beberapa lorong yg berkelok-kelok dan sempit, hanya bisa di jalani oleh 1-2 org. Lorong ini sptnya adalah emper terbuka dari halaman rumah org, aku mondar mandir di dalam rumah org.


                Aku benar-benar menemukan rumah yg pernah di tinggalinya, ia mengatakan bahwa sewaktu kecil ia sangat miskin, dinding rumahnya terbuat dari kepingan batu bata, pintu rumah di rekatkan dengan kertas dan batangan bambu, di dalam rumah tampak gelap gulita, diluar rumah adalah lahan melon dan rotan melon yg luas.

                yang aku lihat adalah satu sisi dinding yg sdh runtuh, didalam rumah ada puing-puing yg berserakan, rotan melon sdh bengkok, lahan melon juga sdh terbengkalai, tempat ini sama sekali tidak berpenghuni. Mungkin seluruh anggota keluarga telah pindah.

                Disebelah ada sebuah rumah penduduk dan duduklah seorang nenek tua. Mulut nenek tua itu bergumam melafalkan nama Buddha, ia juga memegang japamala tangan, ternyata adalah seorang Bodhisattva tua.
                Aku menyapanya, ia menatapku sekilas, juga tidak menjawab, seolah-olah aku sdh mengganggunya melafalkan nama Buddha.
                “Numpang tanya, apakah di sini di rumah ini ada Nona Cui-yun ?”
                Si nenek tua berhenti menghitung japamala, ia memperhatikan aku sebentar, bertanya, “Apa hubungan antara kau dengan Cui-yun?”
                “Aku... Aku dan dia adalah teman.”

                Nenek tua itu memberitahuku bahwa Cui-yun sdh meninggal dunia karena kanker. Aku sangat terperanjat, mengapa ia yg masih baik-baik saja sdh meninggal dunia .
Nenek tua berkata,”Semasa kecil keluarganya miskin, perawakan Cui-yun cantik, ia pergi ke daerah selatan dan menikah dgn keluarga kaya menjadi istri muda org lain, namun ia acapkali menerima penganiayaan dari ibu mertua dan istri tua,  beberapa tahun belakangan ini ia sdh jarang kembali. Juga ada org mengatakan bahwa ia bkn meninggal dunia karena kanker, melainkan ia meninggal dunia karena bunuh diri. Kami pun tidak mengerti, hanya saja kami selaku org yg menyaksikan ia tumbuh dewasa hanya bisa menangis terisak-isak saja !”

                Nenek tua berkata, “Penduduk desa ini, semuanya adalah kerabat dekat, setiap org mengenal Cui-yun, yg paling penurut, tak di sangka nasibnya juga sama sama menderita. Nasib tetap buruk, tak ada bedanya. Kau harus banyak melafalkan nama Buddha, banyak-banyaklah melafalkan nama Buddha, ya !”


                Dalam perjalanan pulang, aku merasakan banyak hal :
                Teringat dgn Cui-yun , dia lah yg berinisiatif memberikan ciuman kepadanya (Chen Ping), kemudian diam-diam menyelipkan memo kepadanya. Ia memiiki sepasang tangan yg lembut, ia kerap suka menaruh tangan yg imut di bawah ketiaknya (Chen Ping), ia mengatakan bahwa disini paling hangat.
                Ia adalah org yg sentimental namun baik hati, bila tertawa ia tampak sangat manis, hanya saja, bila ia sedang mengeryitkan dahi,  membuat org merasa iba. Sesungguhnya, ia selalu diam-diam membantu orang, menolong org miskin. Asalkan ia tahu dan asalkan surat kabar memuat, televisi melaporkan bahwa ada org yg kehidupannya susah, terjerat dalam keputus asaan, ia pasti slalu mendermakan uang utk menolong mereka,semuanya menggunakan anonim.
                Harapan yg dicemaskan nya adalah pencurahan perasaan, namun, setelah  suaminya memperistrinya ,  satu kurun waktu kemudian, suaminya mencintai org lain lagi. Di pihak suami, ia tidak mendapatkan cinta sejati, apalagi istri tua dan ibu mertua bekerja sama utk mengucilkannya.
                Ia mengatakan bahwa ia adalah sebuah benih cinta, sayang nya orang-orang tidak tahu, juga tidak menghargai, ia membayangkan cinta asmara, tidak sedikit novel karya Qing Yao yg telah di bacanya, sayangnya pangeran kuda putih dalam hatinya takkan pernah muncul, ia agak kecewa terhadap hidup ini.

                Ia telah menemukan Chen Ping, ia (Chen Ping) tidak bisa menahan pesonanya, dia si wanita yg bagai sedang bermimpi ini, terlalu halus terlalu lembut, terlalu membuat org tak dapat menduga-duga.
Perasaan cinta antara dia (Cui-yun) dan dia (Chen Ping), bahkan sendiri pun mengatakan tidak mengerti, apakah itu cuma perasaan cinta atau berahi, juga tidak jelas, tidak cuma tidak mengerti,  bahkan perkembangan masalah itu bisa menjadi begini, juga tidak tahu sebab musababnya, ini hanya dapat di katakan sebagai perasaan yg dramatis, dan bukan ketenangan, sekali ada ketenangan, maka tidak akan timbul begitu banyak masalah.
                Sebenarnya Cui-yun tidak jahat, ia sama sekali bukan wanita yg berhati keji, ia tidak punya tuntutan sedikit pun terhadapnya (Chen Ping), sama sekali tidak ada maksud tertentu, ia hanya mengisi kehampaan di dalam nasibnya, ia tidak bisa menentukan nasib nya sendiri, oleh sebab itu, ia tidak membiarkannya hampa, ia mengisinya dengan semacam warna.

                Ia (Chen Ping) pernah mengatakan akan merawatnya,  ia menggeleng-gelengkan kepala. Ia (Chen Ping) mengatakan akan memperhatikannya, ia mengatakan bahwa hidup tidak membutuhkan keprihatinan, nasib tidak membutuhkan keprihatinan, ia pun tidak ingin menguasai siapapun.
Sesungguhnya sewaktu ia (Chen Ping) mengalami impotensi, Cui-yun tidak meninggalkannya, hatinya baik, ia masih melindunginya.



                Ia (Chen Ping)-lah yg berinisiatif mengelak tidak bertemu, ia beranggapan bahwa tidak ada kemaluan, maka pria ini telah kehilangan segala wibawa.
Sekarang, Cui-yun telah meninggal dunia.
                Ia (Cui-yun) muncul di dalam mimpinya , menampakkan wajah yg amat sangat menakutkan, ia (Cui-yun) berkata kepadanya (Chen Ping), “Apakah kau sungguh menyukaiku ?”
                Ia terkejut sekali !
                Ia berlari terbirit-birit sambil merangkak dan terkencing-kencing. Kematiannya (Cui-yun) membuat segala mimpi semu Chen Ping telah lenyap seluruhnnya, angker dan menakutkan.
                Persoalan yg muncul disini adalah :

                Jika Cui-yun masih hidup, apakah kau akan mencintainya ? Menyukainya ?
                Cui-yu telah meninggal dunia, kau jadi takut padanya, mengapa ?
                Begitu besarkah perbedaan antara hidup dan mati ? Ini adalah sebuah topik metafisika, topik ini bisa di teruskan tak terhingga, persoalan yg akan di jumpai oleh setiap manusia, di manakah cinta setiap manusia ? Di manakah kesukaan setiap manusia ?
                Hari ini cinta.
                Besok tidak.
                Hari ini Ya.
                Besok tidak.
                Ada sebuah sajak yg berbunyi :
                Orang-orang mengatakan bahwa membangkitkan rasa hormat adalah surga barat.
                Setelah mati tubuh jadi kosong jatuh ke dalam kebimbangan.
                Tubuh beracun semestinya tidak ada harapan hidup yg besar.
                Di gunung Qi mana ada Raja Wen yg masih hidup.
                Para bangsawan masin-masing menghadap kaisar.
                Empat benua besar sungguh memandang sinar mentari.
                Hanya memperoleh transmigrasi-lah dapat menghilangkan ketakutan.
                Semestinya sadar bahwa usia sungguh sulit di ukur.


                Ia teringat ucapan si nenek tua,”Harus melafalkan nama Buddha, banyak-banyaklah melafalkan nama Buddha , ya !”


                Manusia dunia mengatakan bahwa melafalkan nama Buddha adalah sikap rakyat dungu, namun, lantas bagaimana dgn prajna Nagarjuna Bodhisattva ?
Nagarjuna Bodhisattva masih tetap menulis “Sastra Vipassa”, mengucapkan ikrar utk bertransmigrasi ke tanah suci , lho !
Lantas bagaimana dgn prajna Manjusri Bodhisattva ?  Gatha Transmigrasi Manjusri Bodhisattva , juga mengucapkan sumpah utk bertransmigrasi ke tanah suci.

                Apakah ia adalah Chi Zhu-zi  ? Siapakah Chi Zhu-zi ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar