Sabtu, 28 Juni 2014

Satu Kata 'Fuo' Saja Sudah Sangat Luar Biasa!

Ada seorang wanita bernama Chen Xiang datang berkonsultasi kepada Saya tentang ke mana arwah ibunya reinkarnasi. Setelah Saya bersamadhi menyelidiki, dengan kasihan Saya berkata:

'Di neraka yang panas menghanguskan.'

'Ibu tidak mungkin masuk neraka. Saya tidak percaya.'

Saya berkata, 'Saat ibumu masih hidup, api kemarahannya terlalu besar. Itu sebabnya ia masuk ke neraka yang panas menghanguskan.'


Pulang ke rumah, Chen Xiang bertanya kepada ayahnya mengenai sifat-sifat ibunya. Chen Xiang masih terlalu kecils saat ibunya meninggal dunia. Ayahnya menjawab, 'Ibumu sebenarnya baik hati, hanya sifatnya tidak sabar dan pemarah. Selagi masih hidup, ia sebenarnya sangat telaten terhadap keluarga. Tapi, justru karena terlalu teliti mengatur, terlalu menuntut, maka mudah timbul cekcok dengan orang lain seperti tetangga, pembantu rumah tangga, dan teman, bahkan sampai berselisih di pengadilan. Ia selalu terlibat pertengkaran di mana saja.'


'Jadi ibu itu mudah membenci dan marah-marah?'

'Bila melihat sesuatu yang tidak cocok baginya, ia akan sangat marah.'


Maka, Chen Xiang kembali mencari Saya, 'Master Lu, bagaimana caranya menolong ibu?'


Saya bersamadhi lagi sebelum berkata, 'Sulit menolongnya.'

'Mengapa?'

'Api berkobar terlalu besar. Sulit masuk.'

'Padamkan saja apinya.'

'Ini bukan api biasa.'

'Master Lu harus menolong ibu. Pikirkanlah caranya. Biar bagaimanapun ibu harus ditolong.'

Saya berkata, 'Saya akan coba meminta Dewa Air untuk menolongnya.'

'Dewa Air yang mana?'

'Da Yu.'


Saya membaca mantra mengundang Da Yu. Da Yu menampakkan diri dan langsung menerima titah Saya untuk pergi ke 'neraka yang panas menghanguskan'. Tak lama kemudian Ia kembali. Tapi, Ia kembali sendirian. Sekujur tubuh-Nya hitam hangus. Terlihat menyedihkan.


Saya bertanya kepada Da Yu, 'Apa yang terjadi?'


Da Yu menjawab, 'Sewaktu memasuki 'neraka yang panas menghanguskan' itu, api demikian besar berkobar-kobar. Baju dan wajah Saya hangus semua.'

'Mengapa tidak membaca rumus penghindar api?'

'Tentu saja Saya tidak bisa. Saya hanya bisa mengatasi air, hanya mengerti sifat air dan rumus penghindar air. Saya bukan ahli mengatasi api. Liansheng Rinphoce, Kau telah keliru.'


Saya sampai memegang kepala Saya, berpikir, 'Saya hanya berpikir menggunakan air untuk mengatasi api. Tidak Saya sangka, Dewa Air Da Yu hanya mengatasi air, tidak mengerti cara mengatasi api. Saya benar-benar telah keliru.'


Saya berkata, 'Maaf kalau begitu. Anda boleh pulang.'

Saya membentuk mudra membubarkan, mengantar Dewa Air Da Yu kembali ke Langit.


Saya lalu teringat bahwa Dewa Vajra Kepala Api bisa masuk ke dalam neraka panas menghanguskan. Ia sendiri adalah kumpulan api yang berkobar-kobar, merupakan api vajra yang dapat membakar habis semua hawa kotor. Bertemu Dewa Vajra Kepala Api, karma ibu Chen Xiang bisa terbakar menjadi abu sehingga dapat keluar dari neraka.


Saya membaca syair dan mantra pengundangan Beliau:


'Satu api menyinari timur.

Sepuluh penjuru jelas semua.

Sakya menjelma.

Raja Dewa berkuasa.

Du lan. Du lan. Du lan.

Yo. Yo. Yo. (mantra)'


Dalam sekejab mata, Vajra Kepala Api menampakkan diri. Diatas kepala-Nya ada api. Sekujur badan-Nya berapi. Kaki-Nya menginjak awan api. Menerima titah Saya, Vajra Kepala Api langsung bertugas. Api tentunya harus bisa masuk ke dalam neraka panas menghanguskan. Api bergabung dengan api. Tetapi, Ia kembali sendirian, tetap tidak bisa menolong ibu Chen Xiang keluar dari neraka.

'Apa yang terjadi?'

Vajra menjawab, 'Api ditambah api. Ini sama saja dengan api yang diberi minyak, menjadi lebih panas menghanguskan.'

'Tolonglah dia.'

'Baru Saya sentuh, sudah hangus.'

'Jadi harus bagaimana?'

'Tidak berdaya.'

Maka, Vajra Kepala Api kembali ke Langit.


Akhirnya Saya teringat untuk meminta petunjuk pada Ksitigarbha Bodhisatva. Beliau adalah kakak senior Saya. Neraka (akhirat) adalah tanggung jawab-Nya. Beliau pasti punya akal untuk menolong ibu Chen Xiang.


Ksitigarbha menjawab, 'Asal hati tidak kacau, bisa tertolong.'

'Bagaimana supaya hatinya tidak kacau?'

'Suruh dia berzikir Nama Budha, memanjatkan mantra Budha. Bila dilakukan dengan tulus dan konsentrasi, itulah pintu Tanah Suci, cara membersihkan karma.'

'Kalau ia tidak mau berzikir Nama Budha, bagaimana?'


Ksitigarbha Bodhisatva menarik napas panjang, 'Makhluk hidup sungguh bodoh. Hanya satu kata Budha saja tidak mau baca, bagaimana menolongnya? Satu kata Budha merupakan obat untuk segala penyakit, pengabul semua harapan, menuntun insan keluar dari kesengsaraan reinkarnasi, lampu kebijaksanaan di malam yang gelap berkepanjangan. Telinga bisa mendengar kata ini saja berarti sudah berafinitas. Asal percaya di dalam hati, maka bisa berkontak. Hanya baca satu kata saja, maka kata ini akan berubah menjadi bunga teratai sehingga si insan yang menderita dapat keluar dari api derita menuju sorga.'


Setelah berpikir lama, Saya akhirnya mendapat satu siasat. Saya sendiri harus pergi ke neraka panas menghanguskan.
Terlebih dahulu Saya membaca rumus penghindar api. 'She Ta Jang Tiau. Pu Fang Pu Re. Fu He Tien Huo. Pu Tien He Yu. Ran. Yan. Gang.'


Dengan wujud yang agung dan terang, Saya menerobos ke neraka panas menghanguskan. Seluruh tubuh Saya dikelilingi sinar terang. Api tidak bisa mendekati tubuh Saya. Saya melihat ibu Chen Xiang ada di dalam api. Kondisinya sungguh sulit dilukiskan. Deritanya sungguh tak tertahankan. Racun api itu seperti ular yang melilit seluruh tubuh, membuat orang sukar untuk melarikan diri. Racun api juga seperti mayat busuk dengan bau amis yang menyengat hidung. Racun api itu seperti semut kelaparan. Ratusan ribu ekor semut naik ke tubuh, menggigit daging dan kulit, membuat orang sukar melarikan diri. Racun api seperti lahar gunung berapi yang mengalir keluar. Begitu tubuh tersentuh, isi perut akan pecah, tulang menjadi abu, membuat orang sukar melarikan diri.


Saya sungguh tidak tega melihat kondisinya yang begitu menyedihkan. Saya berharap semoga semua makhluk berhati welas asih, bijaksana, teguh dan lembut.


Saya berkata kepada ibu Chen Xiang, 'Saya adalah Liansheng.'

Si ibu berkata, 'Kau adalah Liansheng.'

'Apa yang ada disekelilingmu?'

Si ibu menjawab, 'Huo (api).'

Kata 'huo' (api) mirip dengan kata 'Fuo' (Budha).

Si ibu bisa diajarkan menyebut, 'Liansheng Huo (Fuo).'

Hanya satu kata Budha saja, Fuo saja.


Menurut metode Mahastamaprapta Bodhisatva, Budha mengajarkan-Nya untuk mengenang (merindukan) Budha.
Sebagai contoh, bila si A merindukan si B, tetapi si B tidak merindukan si A, maka mereka berdua tidak bisa bertemu (berjodoh).
Tetapi, bila keduanya saling mengenang dan saling merindukan sepanjang hidup, maka mereka bagaikan bayangan yang tak terpisahkan. Tathagata di sepuluh penjuru mengasihi makhluk hidup seperti ibu merindukan anak. Bila si anak melarikan diri, maka akan sulit bertemu. Tetapi, bila si anak (makhluk hidup) juga merindukan si ibu, maka keduanya bisa saling mendekat. Bila hati makhluk hidup mengenang dan merindukan Budha, maka ia pasti akan bertemu Budha. Budha tidak akan jauh darinya.


Saya mengajarkan ibu Chen Xiang untuk mengucapkan satu kalimat, 'Kau adalah Liansheng Fuo.'


Berzikir satu kata 'Fuo' ini saja sudah sangat luarbiasa. Tampaklah sekuntum bunga teratai yang bersih dan anggun serta berputar, memancarkan sinar yang sangat terang benderang, menembus angkasa. Ibu Chen Xiang telah berhasil diseberangkan, naik ke sorga.


Setelah arwah ibu Chen Xiang berhasil dibantu diseberangkan, ayah Chen Xiang (yang menderita penyakit lambung kronik) juga mengalami mukjizat. Pada suatu hari, ia bermimpi didatangi ibu Chen Xiang yang berkata, 'Penyakit lambungmu disebabkan oleh karma masa lalu mu melakukan pembunuhan. Kalau ingin sembuh, bergurulah kepada Liansheng Rinphoce. Dia adalah Padmakumara. Dia adalah tubuh penjelmaan Amitabha Budha. Maka, karma burukmu akan dibersihkan. Dalam satu bulan, kau akan sembuh.'


Chen Xiang mengantar ayahnya untuk datang berguru kepada Saya. Ternyata setelah satu bulan, penyakit lambungnya benar-benar sembuh, padahal ia sudah sakit selama bertahun-tahun. Sungguh ajaib.


Chen Xiang sendiri sekarang mendirikan altar, setiap pagi dan sore berlatih Padmakumara Guru Yoga. Ia dapat melihat ibunya yang di sorga menampakkan wajah dewa. Ibunya menampakkan diri kepadanya dua kali, bertubuh harum, berpakaian dewa, bermahkota ratna, bersinar, menunggang kuda putih, terbang di angkasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar